Selasa, 09 September 2014

Kesaktian Pancasila, Terbukti Mengarungi Seluruh Nusantara

Setelah lama tidak menulis, akhirnya sebuah pena kuambil dan mulai kutuliskan kembali sebuah kata demi kata di barisan lembar putih ini. Ini adalah kisah yang cukup menginspirasi dan mungkin cukup menantang. Selamat menikmati wahai pembaca karena Pancasila itu Sakti!

Suatu hari di minggu pertama bulan September, aku menjalani amanahku sebagai seorang pemandu kegiatan pelatihan satuan. Kegiatan ini difungsikan untuk melatih anggota-anggota yang masih belum memiliki ketrampilan dalam mengelola sebuah organisasi atau satuan. Dalam acara, aku mengundang salah satu pemateri yang sangat fenomenal dan terkenal dijagat dunia pendidikan. Sepak terjang beliau sudah tidak perlu lagi di ragukan karena sangat dinamis dan mengagumkan. Beliau adalah Ki Sutikno, seorang dosen dari Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa dan sekaligus anggota dari Gerakan Pramuka.

Yah, disetiap materi yang dibawakan oleh Ki Sutikno selalu saja ada banyak hal baru dan menarik yang disajikan. Selain itu, kebiasaan beliau yang selalu membawa asisten juga merupakan suatu hal yang sudah biasa ditemui dan menjadi ciri khas beliau. Namun, pada saat itu ada yang lain dari Ki Sutikno. Selain membawa seorang asisten, beliau juga mengundang seseorang yang aku kira bukan berasal dari Jawa. Dari ciri-ciri fisik beliau yang berkulit gelap dan berambut agak ical mengingatkanku pada saudara jauh dari timur nusantara. 

Kebetulan sekali, sang tamu yang diundang oleh Ki Sutikno ini mengambil tempat duduk tepat disampingku sehingga seketika ada kesempatan aku pun mengajak beliau ini berbincang-bincang sambil memperhatikan materi yang disampaikan oleh Ki Sutikno.

Beliau bernama Liberous yang berarti kebebasan (Liberal) yang serius, namun beliau biasa dipanggil dengan sebutan Bung Sila. Beliau mendapatkan panggilan Bung Sila dari salah satu mahasiswa di Palembang. Bung Sila ini berasal dari Flores. Lalu kenapa dia bisa mendapatkan sebutan dari mahasiswa di Palembang.

Bercerita tentang beliau, rupanya Bung Sila ini telah pergi ke seluruh penjuru Nusantara dengan berbekal sepeda motor dan uang beberapa ratus ribu rupiah. Perjalanannya ke seluruh penjuru Nusantara bukan karena ingin bersenang-senang, namun beliau memiliki misi yakni membuktikan dari Kesaktian Pancasila. Dia berkeyakinan bahwa jika Pancasila memang sakti, maka dengan bekal yang ia bawa maka dia akan berhasil mengelilingi nusantara. Selain itu, beliau juga melakukan kegiatan bakti seperti mengajar dan berceramah serta mencari tahu kenapa negara kaya raya ini masih dipenuhi oleh pemimpin-pemimpin yang melakukan tindak korupsi.

Akhirnya perjalanan beliau berakhir dengan keberhasilan beliau mengelilingi nusantara dari papua, sulawesi, jawa, sumatra, dan kalimantan. Beliau pun juga bercerita bahwa hanya dengan membawa misi Pancasila, beliau sempat diundang untuk menjadi penceramah di Masjid Besar Aceh, meskipun beliau adalah seorang nasrani. Pada akhirnya, dari perjalanan itulah beliau dipertemukan dengan Ki Sutikno dan bertemu pula dengan diriku di sini, di kampus kerakyatan, kampus perjuangan, dan kampus nusantara, UGM.

Semoga perjuangan Bung Sila dalam upaya membuktikan Kesaktian Pancasila dan menyatukan Indonesia terus berlanjut, dan semoga semakin banyak orang-orang yang mengikuti langkah beliau sehingga masyarakat sadar bahwa pentingnya Pancasila dan semakin mendekatkan saudara-saudara kita setanah air yang terletak di seberang pulau. Salam Nusantara dari Gadjah Mada, Bung Sila.

Senin, 08 September 2014

Dunia dan Bumi

Dunia
tempat dimana saat ku membuka mata
Kulihat birunya laut, hijaunya sawah, putihnya awan..
dari sana kudengar merdunya burung bernyanyi
bersama hembusan angin yang mengiringi hangatnya sinar matahari


Bumi
tempat dimana ku buka mata
Kulihat merahnya laut, membaranya api, hitamnya asap
dari sana hanya kudengarkan deru peluru yang ditembakkan
bersama bergelimpangan mayat bersimbahkan darah

Sesungguhnya dimanakah kita hidup?
Dunia, Bumi atau dikeduanya
Apakah tidak ada kedamian di Bumi atau hanya di Duniakah kedamaian itu ada
Hanya manusia penghuni keduanya yang tahu jawabannya

Manusialah yang berharap dan manusalah yang berusaha
Perdamaian dan peperangan bagaikan dua buah sisi mata koin
Mana yang akan terwujud
seluruhnya hanya berharap pada manusia
sebagai penghuni Bumi dan Dunia

Karena saat ini Dunia telah menangis
menangisi Bumi yang mulai gugur
dan hanya harapan membuat Dunia

kembali tersenyum menyelamatkan Bumi

Sabtu, 28 Juni 2014

My Half Past Life part 1

            “.....Dan bila Matahari terbit dari ufuk timur....
            ......itulah kami Pramuka......”
            “.....Dan bila Rajawali terbang dari ufuk barat....
            .....itulah kami Pramuka......”
            “.....Heeeeyaaaaa.... Hoooooaaaeeyaaaa....(Hooooaaaeeyaaaa)”


            Penggalan lagu diatas adalah salah satu lagu yang selalu aku kenang dan terkadang terlintas dalam benak pikiranku dikala pikiran ini telah berat dan mulai mengimajinasikan hal-hal yang jauh dari apa yang sedang dalam pekerjaan saat itu atau bisa dikatakan “melamun”.
            Yah, lagu yang diciptakan oleh temanku (kurang tahu benar atau tidak.red) yang jelas lagu ini selalu terngiang dalam ingatanku yang akan selalu mengingatkanku pada momen di tahun 2005-2008 selama masa hidupku dan barangkali akan tetap aku ingat hingga aku tua, “the greatest gold memoirs ever after”
            Mungkin banyak hal yang ingin aku ceritakan dalam 3 tahun tersebut, namun karena pada dasarnya aku adalah orang cukup malas untuk bercerita jadi semoga ada part-part lain yang bisa diceritakan setelah cerita ini.. hehehe
            Yak, cerita dimulai semenjak aku adalah seorang “Pramuka”, ingat lo “Pramuka” dan kala itu aku masuk disebuah SMP terfavorit di kota asalku. Yah penuh perjuangan masuknya dan tentunya juga harus diikuti dengan perjuangan untuk berprestasi (basic life principal).
Sedikit flashback sebenarnya ada perdebatan antara aku dan orang tuaku ketika aku memilih masuk SMP ini. Orang tuaku ingin aku masuk di SMP yang dulu tempat dimana Ayah dan Kakakku bersekolah disana tapi aku tidak mau. Saat itu aku benar-benar memantapkan hati bahwa “aku yakin kalo aku masuk SMP ini aku bisa merubah diriku dan keluargaku, aku yakin dengan pilihanku karena ini adalah hidup dan masa depanku”, yah kira-kira itulah yang aku ucapkan dalam hati untuk bisa menguatkan hati yang terkadang lemah oleh perkataan orang tua. Ingat hati itu organ paling lemah dan selalu perlu dukungan, “all izz well”. Singkat cerita aku berhasil masuk dan sekolah disana, orang tuaku ikhlas dan akhirnya mendukung dan alhamdulillah lagi sekolahnya gratis tiga tahun, tidak ada SPP hanya bayar uang pangkal dan seragam jadi orang tuaku tidak terbebani soal biaya sekolahku.
Pada saat awal masuk sekolah, ada kegiatan namanya MOS (Masa Orientasi Siswa) yah pengenalan sekolah kepada siswa intinya. Di hari terakhir masa orientasi rupanya ada kegiatan persami (perkemahan sabtu minggu), seluruh siswa baru wajib ikut dan kelompok dibagi atas kelas orientasi. Akhirnya kelompok terbentuk, dapat tenda dan mulai kegiatan persami di akhir masa orientasi.
Kemah adalah kegiatan yang paling ingin aku lakukan sejak kecil. Dulu waktu di SD tidak pernah ada kegiatan kemah, padahal niatan ikut Pramuka itu biar bisa ikut kemah. Tapi nyatanya tidak ada kemah dan kemah pertamaku adalah waktu SMP.
Oke, perkemahan pun dimulai, saat pemilihan pemimpin regu sekali lagi aku tak pernah mengerti dengan orang disekitarku. Aku selalu apa adanya dan tidak ingin menonjol tapi mereka selalu melihat dan memandangku bahwa aku cakap untuk menjadi seorang pemimpin mereka. Sebenarnya aku ingin tahu, “apa sih yang kalian lihat dariku yang membuat kalian yakin bahwa aku pantas memimpin kalian?” Pada akhirnya memang akulah yang terpilih menjadi seorang pemimpin bagi reguku. Nama regu kami adalah elang.
Dimulai dengan mendirikan tenda dan rangkaian kegiatan perkemahan pun dimulai hingga pada sore hari menjelang malam, tiap pemimpin regu dipanggil untuk berkumpul. Kakak panitia menjelaskan bahwa acara selanjutnya adalah api unggun dan diperlukan beberapa peserta untuk membacakan dasa dharma dalam proses penyalakan api unggun. Oleh karena itu dimintalah perwakilan dari tiap peserta untuk ikut seleksi pembacaan dasa dharma dan nantinya akan menjadi petugas pembawa obor api unggun.
Aku pun kembali ke reguku dan menyampaikan pengumuman tersebut kepada rekan-rekan. Ternyata, tidak ada satupun dari mereka yang hafal dengan dasa dharma kecuali aku dan temaku Adit. Hah, sehingga akupun berangkat lagi untuk mengikuti seleksi itu. Panitia telah memanggil peserta seleksi dan seleksi pun dimulai. Masing-masing peserta diharuskan membacakan dasa dharma sesuai dengan nomor urut barisannya dengan keras dan lantang. Seleksi selesai dan yang terpilih hanya satu orang dari sekian banyak peserta perwakilan regu yang ikut berkemah, yakni aku.
Saat itu ada rasa bangga bagiku karena ini kali pertamanya dalam hidupku aku bisa menjadi bagian dari proses penyalaan api unggun. Setelah terpilih aku kembali ke reguku dan menyampaikan bahwa aku terpilih. Respon yang biasa ditunjukkan dari rekan sereguku. Entah aku tak tahu kenapa tapi aku hanya berpikir mungkin mereka sedang sibuk untuk memikirkan pentas seni yang akan diselenggarakan saat api unggun nantinya.
Tidak lama berselang aku pun dipanggil untuk mengikuti latihan proses penyalakan api unggun. Tak kusangka rupanya sembilan dari sepuluh orang yang nantinya akan membacakan dasa dharma adalah kakak-kakak angkatan dan hanya aku yang masih seorang siswa baru. Rasa canggung dan malu-malu pun terbesit dalam perasaanku tapi aku tetap berusaha menguatkan hati. Latihan pun telah selesai dan kegiatan api unggu pun dimulai. Alhamdulillah aku bisa menjalankan tugas dengan baik dan api unggun menyala dengan sangat indahnya. Pentas senipun dimulai dan akupun diminta untuk kembali bergabung kembali dengan reguku. Malam itu merupakan malam yang cukup dingin menjadi hangat karena nyala api unggun.
Pensi telah berakhir, semua peserta diminta untuk kembali ke tenda dan berisitirahat. Keesokan harinya kegiatan kemah berlanjut dengan penjelajahan dan berakhir pada siang hari. Saat pembagian juara, sayang regu yang aku pimpin belum beruntung dan elang harus terjatuh dari tempat dimana ia terbang.
Setelah itu hari-hariku bersekolah dimulai, kenal dengan teman baru, guru-guru baru, dan lingkungan baru, hingga suatu hari waktunya untuk memutuskan ingin ikut ekstrakurikuler apa. Aku pun menemui teman lamaku Rizki untuk berdiskusi dan mengajaknya untuk ikut ekstrakurikuler yang sama. Aku menyatakan kepada akan ikut Pramuka, tapi dia mengatakan jangan karena di Pramuka hanya akan dimarah-marahi dan dibentak-bentak. Dia menyarankan kepadaku untuk ikut PMR karena kegiatannya lebih ringan dan menyenangkan.
Setelah berdiskusi dengan Rizki, aku pun mulai menimbang-nimbang dan akhirnya memutuskan untuk ikut bersamanya yakni menjadi anggota PMR dan tidak mengikuti Pramuka. Dua minggu berselang setelah beberapa ekstrakurikuler menggelar latihan perdana dan keduanya. Dalam perjalananku kembali ke kelas dari kanti sekolah, salah seorang kakak kelas memanggilku tanpa menyebutkan namaku. Dia bertanya kepadaku apakah aku adalah orang yang kemarin ditunjuk jadi pembaca dasa dharma saat api unggun di persami sekolah. Aku pun menjawab “iya”. Lalu sang kakak melanjutkan ucapannya yang intinya menyarankan aku untuk ikut latihan Pramuka dan ikut ekstrakurikuler Pramuka. Dan aku pun memberi jawaban aku akan memikirkannya.
Di hari Sabtu, aku pun memberanikan diri untuk hadir dalam latihan Pramuka. Rupanya cukup banyak pula siswa baru yang ikut Pramuka dan lambat laun pun aku menjadi suka dan kerasan untuk menjalani latihan Pramuka, dan karena aku juga sudah ikut dalam latihan PMR maka aku pun akhirnya harus mengikuti dua ekstrakurikuler, yakni Pramuka dan PMR. Aku pun tak masalah dan menjalaninya dengan senang.
Hampir satu tahun aku mengikuti latihan Pramuka dan yang bertahan hingga sekarang ada sekitar 20 orang, meskipun demikian tidak semuanya selalu aktif datang saat latihan. Suatu hari ada pengumuman dari pembina bahwa sekolah akan berpartisipasi dalam kegiatan LT 2 dan ACAPELA. Oleh karena itu dipersiapkan regu yang akan berangkat mengikuti kegiatan lomba tersebut. Dikarenakan kegiatan LT 2 lebih dekat daripada ACAPELA yang waktu pelaksanaannya masih 3 bulan lagi maka sekolah hanya akan mengirimkan satu regu putra dan satu regu putri untuk mengikuti dua lomba tersebut.
Akhirnya mulailah pemilihan anggota yang akan mengikuti lomba tersebut untuk mewakili sekolah. Sekolah telah memiliki nama regu baku yang digunakan untuk mengikuti lomba-lomba tersebut, yakni Regu Rajawali untuk putra dan Regu Matahari untuk putri. Dalam perlombaan kali ini adik-adik kelas satu yang lebih ditekankan untuk ikut karena kakak-kakak kelas dua sudah pernah mengikuti lomba ACAPELA. Oleh karena itu, untuk memberikan pengalaman kepada adik-adik kelas, maka adik-adik kelaslah yang dikirim untuk mengikuti lomba. Dan yang terpilih menjadi pemimpin Regu Rajawali adalah aku dan pemimpin Regu Matahari adalah Rani Widya Samara.

Perekrutan anggota pun dimulai dan materi latihan mulai dipadatkan untuk mepersiapkan mengikuti LT 2 yang akan diselenggarakan dua bulan lagi... –cerita selanjutanya bersambung di bagian yang lain-

Want to See Elephant in Underground??

Jika berjalan menuju ke arah selatan dari Terminal Penumpang Giwangan yang lebih tepatnya melalui jalan Imogiri Timur, maka akan tampakalah sebuah papan penunjuk yang akan mengarahkan perjalanan ke sebuah kebun beranama Kebun Buah Mangunan yang terletak di Kecamatan Mangunan. Namun, bukanlah disini yang akan menjadi sasaran objek wisata yang menarik. Objek wisata yang akan dituju kali adalah sebuah gua yang terletak tepat disebelah dari Kecamatan Mangunan, lebih tepatnya gua ini terletak di Desa Lemahbang, Kecamatan Dligo, Bantul.


            Gua Gajah, itulah sebutan nama dari objek wisata yang saat ini sedang dikembangkan oleh masyarakat di Desa Lemahbang, Kecamatan Bantul. Disebut sebagai gua gajah karena pada salah satu ornamen didalam gua terdapat sebuah batu yang berbentuk seperti menyerupai hewan gajah. Walaupun demikian tidaklah hanya ornamen berbentuk gajahnya saja yang menjadi daya tarik. Gua gajah ini juga memiliki satu buah pintu masuk dan satu buah pintu keluar. Menariknya, pintu keluar gua gajah ini seperti pintu keluar pada gua-gua pada umumnya. Pintu keluar gua gaja ini merupakan gua vertikal sehingga jika mau keluar dari gua pengunjung harus menaiki tangga terlebih dahulu yang tingginya kurang lebih 4 meter.
            Jarak dari pintu masuk Gua Gajah hingga pintu keluar gua vertikalnya kurang lebih berkisar 350 meter. Namun sebenarnyadari pintu keluar gua vertikalnya masih ada jalur yang bisa diteruskan untuk menelusuri gua tersebut, namun karena kondisi dan masih tertutup oleh tanah maka eksplorasi gua tidak bisa dilanjutkan atau bisa dibilang menjadi gua terberujung alias buntu.

            Setelah puas bermain didalam tanah, maka tujuan selanjutnyaadalah diatas tanah. Tepat diatas setelah keluar dari Gua Gajah, maka pengunjung akan disajikan dengan sebuah tempat yang menurut masyarakat disebut sebagai “menara pandang”. Dari menara pandang ini akan sangat terlihat pemandangan daratan karpet hijau Kabupaten Bantul hingga Kabupaten Wonosari. Begitu indahnya pemandangan disertai terpaan angin semilir pasti akan menjadi kenangan yang tak akan terlupakan dalam pengalaman perjalanan ke Lemahbang.

            Selain itu, masyarakat di Desa Lemahbang juga terkenal sebagai masyarakat pengrajin sarung keris. Disini banyak ditemui beberapa warga yang masih membuat sarung keris. Jika para pengunjung ingin membeli ataupun memesan sarung keris untuk koleksi keris dirumah, maka tidak ada salahnya untuk mampir ke beberapa rumah warga di sini karena hasil kerajinannya sudah sangat terkenal.

            Menarik bukan, tidak ada salahnya jika suatu hari nanti ada kesempatan untuk berkunjung ke Yogyakarta maka sempatkan diri untuk main ke Lemahbang. Sekali main ke Kebun Buah Mangunan, pastikan bahwa mampir ke Desa Lemahbang untuk mengunjungi Gua Gajah. Mari berlibur ke Yogyakarta. 

Selasa, 03 Juni 2014

The Greatfull May !

            Mei apabila diartikan dalam bahasa inggris berarti ‘May’ yang dapat diartikan “Kemungkinan” dan itulah yang terjadi pada bulan Mei. Semoga segala kemungkinan-kemungkinan tersebut akan memberikan kepastian dan menjadikan diri ini semakin yakin akan masa depan esok hari yang akan semakin jelas dan mantap. Amiin.
            Kumulai tulisan ini dengan sepatah kata dari sebuah film Indonesia yang sangat menginspirasi, “.... Letakkan mimpimu tepat 5 cm di depan k'eningmu, biarkanlah dia tetap menggantung hingga suatu hari nanti kau akan dapat meraihnya....” (2013, 5cm).



            Tak pernah kusangka bahwa bulan Mei akan menjadi bulan dengan banyak kenangan dan pengalaman hidup yang tak akan ternilai dalam sejarah hidupku. Perjalanan hidup di bulan ini dimulai dengan malam keakarban bersama seangkatan di Kawasan Konservasi Hutan Wanagama. Sebuah keakraban yang tak pernah terlupakan dari para sahabat-sahabatku dari satu almamater yakni Teknik Fisika. Sungguh membanggakan bisa menjadi satu bagian keluarga bersama kalian. Seluruh petualangan kita selama ini tak akan pernah bisa aku lupakan.
            Pada minggu pertama merupakan gathering beasiswa BATAN yang diselenggarakan di Buperta Cibubur. Petualangan dan kebersamaan yang sangat hangat, meskipun berasal dari latar belakang suku, pendidikan, dan daerah, namun semuanya dapat menyatu berbaur lebur memberikan kehangatan selayaknya keluarga. Terima kasih pada Yanda-Yanda yang senantiasa menemani bersama dalam setiap suka duka di keluarga ini, yakni Pak Dimas dan Pak Adi. Segala yang telah terjadi di Buperta bukanlah menjadi akhir, namun akan menjadi awal dari yang terbaik untuk menjadikan Indonesia lebih baik lagi. Oia, pada minggu ini adikku tersayang Tri Mei Putpitasari juga berulang tahun yang ke 18 tahun.


            Akhir minggu kedua bulan Mei merupakan waktu petualangan yang aku lakukan bersama ketujuh sahabatku ke kota Malang. Mereka semua adalah Aji, Gio, Sayid, Panji, Nurul, Ijong, dan Firly (meskipun Panji tidak ikut ke Malang pada akhirnya). Kami menempuh perjalanan Yogya-Solo-Malang dan kembali pulang ke Yogya dengan menempuh perjalanan Malang-Surabaya-Solo-Yogya. Petualangan dan pengalaman yang sangat menyenangkan untuk dapat bertemu dengan keluarga baru dari KOMMUN Ranting UIN Sunan Maliki Malik Ibrahim yang baru saja lahir. Semoga pengalaman ini tidak pernah kita lupakan dan ingat janji kita bahwa tiga bulan dari sekarang (Mei) kita akan berusaha untuk menaklukkan puncak Mahameru. Amiin...

            Minggu ketiga adalah minggu yang paling spesial dalam hidupku karena tepat pada tanggal 20 Mei (Hari Kebangkitan Nasional) akhirnya aku melepas statusku sebagai seorang mahasiswa dan menerima gelar Sarjana Tabah, eh maksudnya Sarjana Teknik (S.T.). Alhamdulillah, puji syukur sebesar-besarnya kehadirat Allah swt. yang memberikan kemudah dan kelancaran dalam setiap langkahku hingga saat ini. Semoga keberkahan dan kerahmatan senantiasa dilimpahkan kepada hamba dan seluruh keluarga, saudara, sahabat, dan umat muslim dan muslimat.. Amiiin. Terima kasih juga kepada seluruh teman-teman dari sejurusan, Tim KKN dan tak lupa keluarga besar Racana Gadjah Mada dan Racana Tribhuwanatunggadewi.

            Selepas acara wisuda, aku tidak kembali ke kotaku yakni kota tahu, karena rupanya aku masih harus dijumpakan dengan adik-adik binaanku dari SMPN 13 Yogyakarta. Aku diminta untuk menemani kegiatan LT 1 bersama mereka dan pada akhirnya akupun kembali mendapat keluarga baru. Sebuah acara perkemahan yang sudah lama aku rindukan bersama adik-adik penggalang. Melihat canda tawa dan meriahnya suasana perkemahan seperti mengingatkanku pada masa-masa saat aku menjadi Penggalang kala di SMP dulu. Sekarang apa kabar yang SMPku dan mantan rekan seregu di Rajawali dan Matahari Spenesa. Semoga kesehatan dan kerahmatan senantiasa dilimpahkan kepada kalian semua, Amiiin..

            At least, minggu terakhir pada bulan ini aku habiskan dengan mengikuti kegiatan Pengabdian Masyarakat yang diselenggarakan oleh Racana. Mungkin ini adalah keikutsertaan terakhirku di Pengabdian Masyarakat yang diselenggarakan oleh Racana. Diantara kegiatan di Racana yang paling aku suka adalah kegiatan PM ini karena pada kegiatan ini kami selaku para pandu-pandu dituntut untuk dapat memberikan pengabdian kepada masyarakat. Meskipun tidak selama seperti waktu KKN, namun kegiatan PM ini sudah selayaknya seperti kegiatan KKN dan aku bangga bisa ikut serta dan membimbing dan membekali kakak-kakak CD untuk dapat ikut berpartisipasi dalam mensukseskan kegiatan ini. PM tahun ini diselenggarakan di Lemahbang, Dlingo, Bantul, Yogyakarta. Daerah dataran tinggi dengan potensi wisatanya yakni Gua Gajah. Satu minggu aku habiskan bersama dengan kakak-kakak Racana Gadjah Mada dan Racana Tribhuwanatunggadewi. Pengalaman dan kebersamaan yang tak akan pernah terlupakan.
            “Mungkin inilah yang ingin Allah tunjukkan kepadaku dan lebih mengizinkan aku untuk diwisuda di Bulan Mei atau lebih tepatnya di Bulan Rajab dalam kalender Islam”. Itulah kata-kataku setelah Bulan Mei ini berakhir. Jika boleh bercerita sebentar, dulu aku sangat menginginkan bisa diwisuda di Bulan Februari karena pada bulan tersebut ada dua hal besar yang ingin aku persembahkan. Pertama aku ingin mempersembahkan wisudaku untuk orang yang paling aku cinta dan kedua karena aku berharap setelah selesai wisuda aku dapat ikut berlayar ke Maluku. Namun, Allah tidak mengizinkan semua itu. Aku pun tidak diridhoi untuk dapat diwisuda di Bulan Mei dan rupanya Allah menjawab dua keinginanku tersebut dengan balasan yang lebih mulia lagi, yakni sebuah keluarga yang selama ini telah menemaniku bersama-sama selama aku menempuh jenjang pendidikanku. Sebenarnya banyak kisah dan hal-hal berharga yang masih ingin aku ceritakan di Bulan ini dan memang semua ini dapat terjadi atas berkat izin dan rahmat dari Allah swt. “Sungguh apa yang disembunyikan oleh Allah adalah sesuatu yang lebih baik jika daripadanya kamu mengetahui.”

            Meskipun demikian, sedikit kesedihan terbesit dalam benakku karena sahabat telah lebih dahulu meninggalkanku dan meninggalkan pesan sebelum kepergiannya distatus Fbku. Pesanmu akan selalu aku pegang sobat dan kita adalah penakluk dunia suatu hari nanti, PASTI! Sungguh aku bersyukur atas segala rahmat-Mu Ya Allah, semoga ini menjadi awal untuk memulai lembaran hidup yang baru. Kini hari telah masuk ke Bulan Juni atau Bulan Syakban dalam kalender Islam, sudah waktunya untuk melangkahkan kaki ke medan yang baru dan bersiap untuk petualangan yang lain. Aku yakin bahwa Allah bersamaku dan disetiap langkah petualanganku nantinya aku berharap masih dapat memegang erat mimpi, keyakinan, Islam, dan tetap memberikan manfaat kepada sekitarku. Dan yang terakhir dari yang terakhir bahwa rencana Allah adalah rencana yang terbaik dari rencana kita yang bisa kita rencanakan. Wallahua’lam bin shoab....

            

What's the Perception ??

                Persepsi adalah tanggapan berupa penerimaan langsung dari suatu opini atau rangsangan tertentu yang perlu diteliti. Persepsi biasa kita gunakan dalam menentukan suatu permasalahan yang secara tiba-tiba atau tanpa sengaja muncul dalam keseharian kita. Tidak banyak orang akan berpresepsi ketika menjumpai suatu permasalahan, bertemu dengan orang, atau bahkan ketika sedang belajar atau mungkin mengerjakan ujian. Persepsi adalah hal yang paling sederhana dan paling sering manusia lakukan.
                Dalam kesehariannya kita akan menemui yang namanya persepsi negatif dan persepsi positif. Persepsi negatif adalah suatu penerimaan yang bersifat negatif sedangkan persepsi positif adalah suatu penerimaan yang bersifat positif. Dalam berpresepsi juga sangat ditentukan dengan kehadiran hati, bila hati sedang gundah, gelisah, dan tidak nyaman maka akan sangat sering muncul persepsi-persepsi negatif sedangkan saat hati sedang semangat, senang, dan bahagia maka akan mudah memunculkan persepsi positif yang berkaitan dengan optimisme dan keyakinan.
                Namun terlepas dari kedua hal tersebut, pernahkan Anda mendengar tentang persepsi luas dengan persepsi sempit? Persepsi luas adalah suatu penerimaan yang mana dalam upaya diterima harus mempertimbangkan hal-hal yang begitu global atau general sedangkan persepsi sempit adalah suatu penerimaan yang mana dalam upaya diterimanya hanya bersifat sempit dan fokus akan suatu hal tertentu.
                Otak manusia diciptakan dengan memiliki banyak potensi, mulai otak besar, otak kecil, dan otak bawah sadar memiliki kemampuan dan potensinya masing-masing. Tidak hanya itu, dalam beberapa perkembangannya kemampuan berpikir otak setiap manusia juga berbeda-beda tergantung pada suplai darah dan kinerja neuron yang terdapat dalam saraf-saraf yang terhubung didalam otak. Kaitannya dengan persepsi, yakni persepsi merupakan bentuk aktualisasi dari stimulasi kinerja otak yang dibuat oleh manusia untuk menimbulkan suatu penerimaan atas apa yang dirasakan oleh sebagian tubuh. Dengan kata lain, persepsi itu timbul dari hasil sebuah kinerja dimana tubuh manusia menerima suatu rangsangan baik itu berupa komentar, pengetahuan, sentuhan, atau apapun yang pada akhirnya akan memberikan stimulasi pada otak yang sedemikian hingga akan menimbulkan persepsi sementara pada otak. Persepsi ini akan muncul dalam waktu yang sangat cepat dan belum tentu persepsi tersebut akan dilaksanakan oleh organ tubuh. Persepsi sementara yang timbul biasanya dirasakan oleh manusia secara tidak sadar dan memang berjalan dalam waktu yang sangat cepat.
                Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa persepsi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan atau kejiwaan dari orang tersebut. Persepsi senantiasa akan muncul jika terdapat suatu rangsangan dan dipengaruhi oleh kondisi hati atau perasaan dari orang tersebut. Lalu apa hubungannya dengan persepsi luas dan persepsi sempit? Persepsi luas biasanya akan dapat muncul apabila seseorang dalam keadaan tenang dan dapat mengeksplor selutuh perasaan dan ingatannya. Kondisi ini biasa disebut sebagai kondisi delta dalam hal psikologi. Kondisi ini akan dapat membuat seseorang membuka lebar seluruh ingatannya melewati ruang dan waktu sehingga dia akan dapat melihat dan mengingat apa yang telah terjadi pada masa lalunya. Apabila kekuatan batinnya sangat kuat maka orang dalam kondisi ini akan dapat membuka mata hatinya dan akan dapat dengan mudah membaca perasaan orang lain.
                Persepsi menyempit terjadi apabila kondisi seseorang sedang tidak tenang dan merasa tertetekan atau lebih tepatnya panik. Pada kondisi ini seseorang hanya akan terfokus pada satu hal yang menyebabkan dia menjadi panik dan tidak dapat mengeksplor potensi kondisinya sendiri. Kondisi ini akan menyebabkan seseorang menjadi menyempitkan pandangan sehingga hal-hal yang kecil disekitarnya akan sangat mudah terabaikan.

                Itulah sekilas tentang persepsi yang mungkin dapat memberikan sedikit ilmu kepada sobat-sobat pembaca. Mungkin dalam pemaparan diatas masih ada yang kurang tepat karena penulisan ini didasarkan pada pengalaman dan logika saja. Semoga dapat bermanfaat...

Minggu, 19 Januari 2014

Lost In The Middle Search of Pacoban's Waterfall

Ting… tong… Ting tong… Ting tong… bel tanda bahwa kegiatan akademik telah selesai. Hari ini merupakan hari yang tidak terlalu melelahkan, namun hari ini merupakan hari terakhir diirku sebagai seorang siswa SMA. Perkenalkan namaku Agsa, aku adalah anak akselerasi angkatan pertama di SMA Negeri 1 Kediri. Selama dua tahun aku menempuh pendidikan disana, telah banyak hal yang mengubah dan mewarnai duniaku. Dari teman-teman, guru, staf, bahkan satpam disana telah memberikan goresan tinta pada lembar sejarah aku menapakkan kaki disana. Kini semua sejarah yang telah aku ukir akan segera berakhir dan menjadi kenangan dari dan untuk diriku sendiri.
            Sekolah telah usai, banyak dari teman-teman sekelasku yang pulang untuk segera mempersiapkan diri untuk mengikuti tes SNMPTN ataupun mempersiapkan berkas-berkas untuk registrasi ulang di perguruan tinggi yang telah menerima mereka. Di pagi yang menjelang siang ini sekolah sudah begitu sepi, aku memutuskan untuk pergi ke sanggar tempat dimana aku dan teman-teman pramuka yang lain selalu berkumpul. Sesampainya di sanggar aku melihat kelima temanku sudah berada sanggar, mereka adalah Wisa, Yudi, Adit, Enik, dan Hasbi. Mereka sedang mempersiapkan kegiatan outbond untuk anggota besuk.
            “Assalamualaikum” sapaku
            “Lagi ada apa ni?”
            “Lagi rapat!” sahut Wisa.
            “Sewot bener sih Wis, lololo koq Mas PA lagi menyapu sanggar!? Seharusnya yang perempuan terutama si Pradana putri yang sewot yang menyapu sanggar. Biar sekali-kali pegang sapu.” sindirku kepada Wisa.
            Sambil mengambil sapu dari Hasbi, Wisa pun menjawab “Ni sekarang aku yang menyapu, PUAS!!”
            “Weh ngeri, ada mak lampir pegang sapu” candaku kepada Wisa.
Seketika itu aku pun di pukul oleh Wisa menggunakan sapu yang sedang ia pegang. Lalu datanglah Laili dan Celya anggota pramuka yang lain.
            “Eh, sapu kok dibuat mainan to. Buruan ditaruh” kata Celya
            “Hayo lo, Bu PA datang. Kena marah lo!” sahut Yudi.
            “Ampun Bu PA, aku hanyalah korban penindasan.” jawabku sambil terkekeh.
            “Udah jangan banyak omong kamu, dasar orang tua!” sahut Wisa
            “Udah-udah, ni waktunya rapat jangan dibuat lawakan. Hehehe” Hasbi menengahi sambil tertawa.
            Akhirnya rapat pun diteruskan  kembali setelah kehebohan yang aku lakukan. Rapat kali ini dihadiri oleh seluruh anggota dewan ambalan. Aku pun juga ikut bergabung ke dalam rapat tersebut karena secara de jure aku masih berstatus sebagai anggota dewan ambalan. Rapat kali ini adalah membahas tentang konsep acara outbond besuk yang akan diselenggarakan di tempat wisata Roro Kuning, kabupaten Nganjuk. Teman-teman telah menjadwalkan bahwa besuk anggota akan berangkat pukul 07.00 menggunakan truk yang telah disewa sebelumnya.
            “Gimana Adit sudah siap dengan konsep acara besuk pagi? Kira-kira dewan dan alumni nanti akankah juga berangkat dengan menggunakan truk?” tanya Yudi.
            “Untuk besuk alumni dan dewan bisa ikut naik truk tapi jika kapasitas truk sudah penuh, sangat dianjurkan untuk menaiki sepeda motornya sendiri.” jawab adit.
            “Sedangkan untuk acara besuk, setiba di lokasi peserta akan langsung dibawa untuk berwisata terlebih dahilir. Baru dilanjutkan dengan game-game dan acara puncaknya adalah makan rujak bersama-sama, seperti acara outbond tahun kemarin.” lanjutnya.
            “Wah, la ini. Alumni dapat uang bensin gak ya?” sahutku.
            “Gak ada uang bensin, udah masuk taman wisata gratis masih minta uang bensin.” jawab Laili
            “Oke deh, yang penting ada yang gratis. Hehehe…” Aku pun terkekeh mendengar jawaban Laili.
            “Dan yang penting nanti akan ada makan siang gratis, oke?” tambahku.
            “Iya, hanya untuk kamu Ag, hanya akan dikasih makan rumput liar.” Imbuh Adit sambil menepuk bahuku berkali-kali.
            “Parah euy, masak teman lama tidak dihargai.” jawabku.
            “La maunya dihargai berapa to Ag? 50 rupiah. Hahaha…” jawab Hasbi dan yang lainnya pun ikut tertawa.
            Pada saat itu aku menjadi bahan olok-olokan oleh temanku sendiri. Rapat waktu itu adalah rapat yang sungguh menyenangkan, penuh dengan canda tawa dan suka riang karena sudah lama aku tidak merasakan kehangatan keluarga dalam organisasi bersama teman-teman yang sebentar lagi akan aku tinggalkan.
            Akhirnya rapat pun melebar dari topik pembicaraan. Dari mebicarakan tentang kegiatan outbond sampai ke masalah pelajaran, bahkan juga membicarakan tentang guru-guru yang mengajar di kelas masing-masing. Tak terasa jarum jam telah menunjukkan pukul 5 dan kami semua belum menjalankan ibadah sholat ashar. Akhirnya rapat pun ditutup dan segera aku bersama teman-teman menjalankan ibadah ashar. Selesai menjalankan beribadah, kami semua pulang ke rumah masing-masing.
            Sesampainya di rumah, aku langsung mandi dan setelah selesai, aku menonton televisi bersama adikku yang masih duduk di bangku SMP kelas 1, sambil menunggu waktu adzan magrib. Adzan pun berkumandang, aku dan ibu segera bersiap untuk berangkat ke masjid. Sedangkan adikku sudah terbiasa ditinggal karena sudah ada kakakku yang baru pulang dari bekerja. Bapak saat itu sedang bekerja, Bapak mendapatkan shift siang dalam pekerjaannya dan pulang sekitar pukul 22.30. Selesai ibadah magrib aku melanjutkan rutinitas seperti mengaji, makan dan sebagainya hingga selesai menjalankan ibadah sholat isya’. Namun, dari rutinitas yang biasa aku lakukan ada sedikit agenda yang telah hilang yakni belajar. Akhirnya pada pukul 21.00  aku pilih untuk mangakhiri rutinitasku dan memutuskan untuk tidur.
            Adzan subuh yang telah berkumandang membangunkan aku dari kematian sementara. Segera setelah bangun aku mengambil air wudhu dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Selesai beribadah aku pun segera mempersiapkan diri untuk ikut dalam acara outbond temen-temen pramuka. Sepeda motor yang akan aku gunakan untuk bepergian aku cuci dan mulai aku panaskan mesinnya. Pukul 05.45 aku berangkat dari rumah, tidak lupa untuk berpamitan dengan Bapak dan Ibu. Dalam perjalanan menuju ke sekolah aku melihat hari ini begitu cerah dan sinar matahari bersinar terang dari balik pepohonan seindah sinar terang yang menaungi gunung Olympus. Aku pun mengucap penuh syukur kepada Allah swt atas penciptaan-Nya yang begitu menakjubkan ini.
            Setiba di sekolah aku hanya menemukan Mas Andri kakak kelas yang tahun ini lulus bersamaan dengan aku. Dia samahalnya anggota pramuka sepertiku dan akan mengikuti kegiatan outbond. Lima menit kemudian Mas Hamdan, kakak kelasku yang sama seperti Mas Andri. Akhirnya kami bertiga menunggu dewan ambalan yang masih belum datang begitu juga dengan angggota pramuka yang lain. Kurang lebih 15 menit aku bersama Mas Andri dan Mas Hamdan menunggu dan hingga akhirnya Adit dan Yudi datang disusul dengan anggota dewan ambalan yang lain beserta para pesertanya.
            “Wow lama, katanya jam 06.00, ternyata telat. Gimana ni dewan ambalannya?” kata Mas Hamdan.
            “Maaf-maaf ada kesalahan teknis dalam perjalanan sehingga agak terlambat.” Jawab Yudi.
            “Udah gak apa-apa, terus dik yud ini adik-adik peserta kamu mau dinaikkan apa? Gak mungkinkan kalo ke tempat tujuan harus dengan naik motor?” sahut Mas Andri memotong pembicaraan Mas Hamdan dan Yudi.
            “Ya tidaklah Mas, adik-adiknya akan kita naikkan truk terus beberapa panitia akan ikut dan sisanya akan menggunakan sepeda motor.” jawab Yudi.
            “Terus sampai jam segini kok truknya masih belum datang, udah dikonfirmasi belum?” tanya lagi Mas Andri.
            “Tenang mas, kemarin udah aku hubungi. Insyaallah setengah tujuh sudah datang. Nah itu dia truknya tiba.” Jawab Yudi lagi.
Akhirnya truk pun datang bersama dengan kedatangan Enik dan Fibri.
            “Ayo adik-adik segera naik ke truk dan kita akan segera berangkat, biar sampai di tempat acara tidak terlalu siang.” kata Mas Andri
            “Oia, Pak Kusen sudah dihubungi belum?” tambahnya
            “Habis ini tiba disekolah mas.” Jawab Yudi.
Tidak terlalu lama Pak Kusen pun datang. Pak Kusen adalah pembina pramuka di ambalanku.
            “Assalamualaikum” ucap Pak Kusen
            “Waalaikumsallam!” jawab semuanya
            “Bagaimana ini sudah siapkah semuanya, Yudi? tambah Pak Kusen
            “Insyaallah sudah pak, adik-adik sudah kita naikkan ke dalam truk bersama dengan Enik, Hasbi, Fibri, dan Pebri. Lalu yang lainnya akan naik sepeda motor pak.” jawab Yudi
            “Terus disana sudah ada panitia belum?” tanya Pak Kusen
            “Belum ada Pak, ini nanti saya bersama Adit akan berangkat duluan. Karena Adit nanti sekalian menjemput Celya.” tambah Yudi
            “Begitu, terus yang memberi penunjuk jalan dari truk siapa?”
            “Ada Enik Pak yang akan menjadi penunjuk jalan.”
            “Terus untuk Hamdan dan Agsa ini naik apa?” tanya Pak Kusen kepada aku dan Mas Hamdan.
            “Tenang Pak, kalau saya dan Mas Hamdan gampang. Berangkat kapanpun, naik apapun bisa, anak bolang kok.” Candaku menjawab pertanyaan Pak Kusen
            “Wo, memang bocah ilang.” canda Pak Kusen
Disela-sela perbincangan itu, Wisa pun datang.
            “Wah-wah, lha ini pradana kok terlambat.” ejek Pak Kusen kepada Wisa
            “La masih harus menyelesaikan pekerjaan rumah lo Pak.” Jawab Wisa sambil mencium tangan Pak Kusen.
            “Permisi Pak, saya mau izin berangkat duluan bersama Adit dan Mas Andri.”  ucap Yudi
            “Ya, ya. Silahkan. Hati-hati dijalan. Kalo begitu ayo sekalian kita siap-siap dan berangkat.” Jawab Pak Kusen
            “Ini dik Roro, mau ikut naik truk atau ada kendaraan pribadi?” tambah Pak Kusen
            “Ya dengan ini Pak saya berangkat.” Jawab Wisa sambil menunjuk ke sepeda motornya yang sedang ia gunakan.
            “Oke, silahkan bagi yang mau naik ke dalam truk segera naik dan yang naik sepeda motor tolong segera disiapkan sepeda motornya.” tutup Pak Kusen
Akhirnya setelah Yudi dan Adit berangkat lebih dahilir, semua panitia dan peserta segera menaiki truk. Sementara itu aku mengambil sepeda motor untuk berangkat, berboncengan dengan Mas Hamdan. Ketika aku mau menaiki motorku, tiba-tiba Wisa menghampiri.
            “Ag, aku bisa minta tolong?” tanyanya
            “Minta tolong apa Wis?” tanyaku pada Wisa
            “Tolong kamu bonceng aku naik sepeda motorku, kalau naik truk aku takut mabuk, please.” pintanya.
            “Gimana Mas Ham?” tanyaku pada Mas Hamdan
            “Okelah gak apa-apa. Tunggu aku tak mengambil motorku dulu.” jawab Mas Hamdan
            “Gak usah mas, pake motorku wae. Bensin penuh ni.” jawabku
            “Kalau begitu ayo Wis” jawabku ke Wisa sambil aku mengambil motor Wisa dan menaikinya.
Tiba-tiba dari belakang Pak Kusen menghampiri.
            “Ada yang tau tempatnya? Kalau tahu ayo duluan berangkat.” ajak Pak Kusen
            “Saya tahu Pak. Oke, ayo Pak kita berangkat” jawabku segera.
Akhirnya aku, Wisa, Mas Hamdan dan Pak Kusen berangkat lebih dulu meninggalkan truk yang sedang memutar arah.
Ini adalah peristiwa yang tak akan pernah aku lupakan, dipagi yang seindah pemandangan olympus dan segarnya angin yang berhembus, seperti menjadi  awal bagiku untuk mengukir tinta biru di buku kenangan yang tersimpan secara rapi didalam ingatanku. Kurang lebih satu setengah jam aku bersama Pak Kusen, Mas Hamdan dan Wisa menempuh perjalanan yang lumayan jauh dan akhirnya kami tiba di lokasi wisata “Roro Kuning”, tempat dimana kegiatan outbond dilakasanakan. Rupanya disana sudah ada teman-teman yang tiba lebih dulu. Mereka adalah Yudi dan Adit yang lebih dahilir berangkat, lalu ada Mas Andri, Fibri, Dian, dan Celya. Sambil menunggu teman-teman dan peserta yang naik truk tiba, kami menyempatkan diri untuk berkeliling tempat wisata
Ketika kami berjalan untuk melihat-lihat pemandangan disekitar daerah wisata, kami menemukan sebuah papan yang bertuliskan bahwa di tempat wisata itu terdapat dua air terjun. Air terjun pertama bernama “air terjun ngunut” setinggi 4 meteran, sedangkan air terjun kedua bernama “ air terjun pacoban“ itu adalah air terjun tertinggi yang ada disana, tingginya sekitar 15 meteran. Selain air terjun, di tempat wisata itu juga terdapat penangkaran rusa. Setelah membaca papan tulisan itu kami melanjutkan perjalanan hingga akhirnya kami menemukan air terjun ngunut. Air terjunnya tidak terlalu deras karena ketinggiannya hanya 4  meter. Lalu kami melanjutkan perjalanan melihat penangkaran rusa. Dalam perjalanan ke penangkaran rusa, aku tidak mendapati adanya air terjun kedua yang tingginya berkisar 15 meteran. Akhirnya ada rasa penasaran pada diriku untuk menemukan air terjun yang tingginya 15 meter itu.
            “Mas Ndri, Air Terjun Pacoban itu dimana? Kok gak ada?” tanyaku pada Mas Andri
            “Aku sendiri juga kurang tahu Ag, soalnya aku baru pertama kali ini kesini.”
            “Coba kamu tanya pada orang-orang  yang sedang berfoto-foto dengan rusa yang ada disana.” jawab Mas Andri 
            “Ayo Ag, berani gak? Atau perlu ditemeni.” sindir Adit.
            “Gak usah dit, masak gini aja perlu bantuan. Kalian tunggu disini sambil melihat-lihat rusa ya” Jawabku dengan penuh percaya diri.
Aku pun menghampiri orang yang sedang berfoto-foto dengan rusa dan bertanya tentang Air Terjun Pacoban.
            “Permisi mas, saya mau tanya.” sapaku sambil berjabat tangan dengan mas yang memegang foto.
            “Iya dik, apa yang bisa saya bantu?” jawab mas yang memegang kamera.
            “ Mas tau tempat Air Terjun Pacoban?” tanyaku
            “Oh itu, kurang lebih lima kilo meter dari sini. Lewatnya jalan setapak disamping Air Terjun Ngunut tadi.” jawab masnya tadi.
            “Terima kasih atas informasinya mas.” ucapku sambil berjabat tangan, lalu meninggalkan mas yang memegang kamera tadi.
            “Teman-teman!” teriakku.
            “Gimana hasilnya?” tanya Mas Andri
            “Sip mas, air terjunnya kurang lebih lima kilometer dari sini dan jalanannya sudah dibuat setapak sehingga mudah untuk dilalui. Gimana tetep mau mencari gak?”  tantangku kepada temen-temen.
            “Walah yo, lempoh lah ni kaki.” jawab Mas Andri
            “Halah, anak muda kok mudah capek. Kalau Bapak ini wajar, sana berangkat.” ucap Pak Kusen kepada Mas Andri.
            “Iya Pak!” tungkas Mas Andri.
            “Oke, ada yang mau ikut?” tanyaku kepada teman yang lain
Tidak ada satupun yang ingin ikut kecuali Adit. Pada akhirnya yang ikut untuk mencari Air Terjun Pacoban hanya empat orang, yakni aku , Adit, Mas Andri, dan Mas Hamdan. Sedangkan yang lain kembali ke tampat parkir untuk memulai acara dengan peserta yang baru saja datang.
            Aku, Adit, Mas Andri dan Mas Hamdan pun memulai perjalanan mengikuti jalan setapak disamping Air Terjun Ngunut. Awal perjalanan masih menyenangkan karena kondisi jalan masih baik dan datar, namun hal itu hanya sementara karena kondisi jalan berubah menjadi tanah berlumpur, tidak setapak lagi dan medannya lebih menanjak. Aku yang penuh semangat ingin segera menemukan Air Terjun Pacoban berjalan didepan meninggalkan Mas Andri, Mas Hamdan dan Adit yang ada dibelakang. Karena besemangatnya diriku, aku pun benar-benar berjalan jauh dari mereka dan tidak mengenali lagi kondisi sekelilingku yang telah berubah menjadi pepohonan pinus. Aku pun menghentikan langkahku dan mulai melihat sekelilingku, aku jadi khawatir memutuskan untuk kembali ke tempat aku meninggalkan teman-temanku. Aku pun segera berbalik arah dan berlari sekencang-kencangnya kembali kebelakang untuk mencari mereka bertiga. Dan, tiba-tiba aku menabrak seseorang yang rupanya itu adalah Mas Andri.
            “Aduh Ag, nabrak-nabrak. Ada apa?” tanya Mas Andri padaku.
            “Hehehe, aku kira kalian kembali dan tidak jadi ikut mencari Air Terjun Pacoban. Makanya aku berlari untuk mengejar kalian.” Jawabku.
            “Yo gak lah, gimana didepan udah ngeliat air terjunnya?”
            “Belum Mas, masih jauh. Mana Mas Hamdan?”
            “Paling ya masih dibelakang, kalau tidak ya sudah kembali ke tempat acara outbond. Ayo diteruskan.” ajak Mas Andri melanjutkan perjalanan.
Akhirnya setelah melewati hutan yang penuh hutan pinus kami sampai di sebuah sungai yang airnya begitu jernih. Disungai itu kami beristirahat sambil berfoto-foto. Saat kami sedang berfoto-foto, tiba-tiba muncul Mas Hamdan yang rupanya masih mengikuti kami dari belakang. Setelah cukup beristirahat kami memulai untuk melanjutkan perjalanan. Namun ada kendala disini, jalan untuk melanjutkan perjalanan mencari Air Terjun Pacoban tidak kelihatan. kami pun bingung harus lewat mana. Akhirnya kami memutuskan untuk menyusuri sungai sebagai jalan alternatif karena secara logika air dari sungai ini pasti mengalir dari air terjun tersebut. Sehingga kami pun melanjutkan perjalanan dengan menyusuri sungai. Sebelum berangkat aku melihat tanda-tanda sekitar untuk mewaspadai agar kami tidak tersesat ketika kembali nanti.
            Perjalanan yang berat karena aliran sungai ini dipenuhi dengan batu sungai yang ukurannya besar-besar, selain itu jalan yang menanjak juga menambah kesulitan perjalanan kami, namun karena arus sungai yang tidak terlalu kencang perjalanan menyusuri sungai pun dirasa aman. Aku berjalan lebih dahilir seperti biasanya meninggalkan Mas Andri, Mas Hamdan dan Adit. Ketika di pertengahan jalan menyusuri sungai, kondisi mereka bertiga mulai kelelahan sehingga kami memutuskan untuk beristirahat lagi. Setelah cukup beristirahat kami pun melanjutkan perjalanan. Akibat dari batu-batu sungai yang besar dan bentuknya yang tidak teratur, kaki kami mulai sakit dan tidak nyaman. Hal ini menghambat perjalanan kami untuk menyusuri sungai karena sedikit-sedikit kami harus beristirahat untuk melemaskan kaki. Hingga akhirnya kami sampai disebuah cekungan dengan air sungai yang turun lumayan deras dari batuan-batuan lain. Seperti sebuah air terjun kecil yang tidak terlalu tinggi. Dan kami pun memutuskan untuk istirahat disini. Tidak kusangka perjalanan untuk menemukan Air Terjun Pacoban sudah menghabiskan waktu tiga jam lebih dan saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 11.15 WIB. Karena sudah menjelang siang kami pun memutuskan untuk kembali, walau kecewa tapi kami cukup senang karena sudah lama aku dan teman-teman tidak melakukan petualangan gila seperti ini.
            Dalam perjalanan kembali ke tempat awal dimana kami tiba disungai, kami mendapat masalah yang tidak diduga. Ternyata kami tersesat dan tidak menemukan jalan masuk ke hutan pinus yang tadi kami lewati. Diperburuk lagi kondisi teman-teman yang mulai kelaparan dan cuaca yang mulai mendung.
            “Gimana ini, sepertinya kita tadi tidak lewat sini deh. Gimana Mas Andri kemana kita harus berjalan?” tanyaku
            “Aku sendiri juga gak tahu Ag, menurutmu gimana Dit?” melemparkan pertanyaan ke Adit.
            “Udahlah kita ikuti arus sungai ini yang turun sampai ke hilir, disana ada rumah warga nanti kita minta tolong kepada mereka.” jawab Adit
Kami pun mengikuti kata-kata Adit, aku yang berada didepan mencoba untuk membuka jalan sambil berteriak minta tolong seandainya ada petani yang sedang memanen getah pinus. Namun hasilnya adalah nihil. Ketika dalam perjalanan kembali, Mas Hamdan mulai kehabisan stamina  dan ditambah lagi dengan kakinya yang sudah memerah sehinga membuatnya sulit untuk berjalan. Kami memutuskan untuk beristirahat dan sementara itu aku terus berjalan untuk melihat apakah hilirnya masih jauh atau tidak. Meski kondisiku mulai lemas, tapi aku harus kuat karena aku yang membawa mereka ke sini jadi aku harus bertanggung jawab atas mereka. Aku pun mulai ragu jika kami terus berjalan turun ke hilir kami bisa sampai dirumah warga sebelum sore hari karena cuaca yang sudah mendung. Selain itu, pasti Pak Kusen dan yang lain mulai khawatir. Akhirnya aku kembali ke tempat teman-teman tadi beristirahat.
            “Mas Ndri, sebaiknya kita tetap mencari pintu masuk ke hutan pinus, kita kembali ke tempat cekungan tadi dan mulai mencarinya dengan teliti. Kalau kita terus turun sepertinya mustahil bisa sampai kerumah warga dalam waktu singkat soalnya jalannya lebih curam, kasihan Mas Hamdan”. ucapku.
            “Tapi Ag, susah lho. Tadi kan kita juga sudah mencari ketika jalan turun tapi ya gak ketemu.” jawab Mas Andri.
            “Iya Ag, kita ikuti saja arus ini ke bawah.” sahut Adit
            “Gak! Kalau kita turun kita tidak akan bisa sampai di rumah warga dalam waktu yang singkat.” jawabku
            “Oia kita tadi kan berfoto-foto ketika sampai disungai ini, kita cari tanda-tanda yang identik dengan foto itu. Pasti kita bisa menemukan jalan keluarnya.” ucapku selanjutnya.
            “Mas Andri yang memegang kamera dan yang bisa melihat foto itu berjalan duluan bersama Adit mencari pintu ke hutan pinus, aku dibelakang membantu Mas Hamdan berjalan.
“Kalau ketemu langsung teriak.” tambahku.
Akhirnya Mas Andri dan Adit pun mengerti posisi kami saat itu dan mereka mulai naik. Hal ini tidak pernah aku kira sebelumnya, kami tersesat dan tidak ada suatu alat pun yang bisa membantu kami kecuali kamera. Handphone yang kami bawa tidak memiliki signal ketika kami sampai di sungai ini. Perjalanan yang sangat berat untuk menemukan jalan keluar dan kembali ke tempat outbond.
            Kurang lebih tiga puluh menit Mas Andri dan Adit berjalan didepan dan mencari jalan keluar, sedangkan aku bersama Mas Hamdan berjalan pelan-pelan sambil beristirahat karena kondisi Mas Hamdan yang sudah semakin sulit untuk berjalan dibebatuan.
            “Woi Ag, jalannya sudah ketemu! Buruan kesini!” teriak Adit kepadaku.
            “Oke!” balasku
            “Ayo Mas Ham, kita sudah hampir keluar dari sini.” ucapku kepada Mas Hamdan untuk memotivasi.
Akhirnya kami pun berhasil menemukan pintu keluar dan masuk kembali ke hutan pinus. Segera kami berjalan cepat untuk kembali ke tempat outbond. Sedangkan Mas Hamdan sudah mampu berjalan lancar walaupun agak tertatih-tatih karena kakinya yang sudah memar. Dalam perjalanan kembali ke tempat outbond, aku membuka kotak pesan hpku karena ketika memasuki hutan pinus hpku dapat menerima signal dari provider yang aku gunakan. Dalam kotak pesan itu terdapat dua pesa baru yang semuanya dari Wisa. Kiriman pertama dia menanyakan posisi kami, sedangkan kiriman kedua dia memberitahu bahwa mereka telah dalam perjalanan pulang ke Kediri. Aku membalas pesan dari Wisa dan memberitahu teman-teman yang sekarang bersamaku.
“Woi, teman-teman kita sudah ditinggal pulang ke Kediri. Gimana ni?” tanyaku
“Iya kah ? Lalu kita pulang naik apa?” Mas Andri kembali bertanya
“Tenang aku bawa kunci motor Celya, ada yang bawa kunci motor lagi gak?” jawab Adit dengan tenangnya.
“Aku bawa kunci motor Agsa.” jawab Mas Hamdan
“Ya udah tenang kan.” jawab Adit

Sampai di tempat parkir, kami pun mulai bersiap untuk pulang, aku berboncengan dengan Mas Hamdan menaiki motorku, sedangkan Adit bersama Mas Andri menaiki motor Celya. Segera kami memacu kendaraan untuk dapat sampai di sekolah sebelum waktu Dzuhur habis karena kami belum melaksanakan ibadah sholat Dzuhur. Ketika dalam perjalanan aku mendapat pesan baru dari Wisa yang memberitahu agar kami mampir ke warung soto yang menjadi langganan teman-teman didekat terminal. Tujuan kami pun berubah yang semula ke sekolah menjadi menuju ke warung soto. Ini adalah perjalanan dan petualangan yang benar-benar berkesan dalam hidupku mengingat sebentar lagi aku akan meninggalkan kota tercintaku dan teman-temanku. Sebuah penutup perjalanan yang begitu menyenangkan.

Sebuah Perjalanan Pasti Akan Berakhir

Aku tidak tahu kapan aku memulainya karena dengan demikian aku berharap tidak akan pernah ada akhirnya. Deburan ombak dan hembusan angin s...