Minggu, 19 Januari 2014

Lost In The Middle Search of Pacoban's Waterfall

Ting… tong… Ting tong… Ting tong… bel tanda bahwa kegiatan akademik telah selesai. Hari ini merupakan hari yang tidak terlalu melelahkan, namun hari ini merupakan hari terakhir diirku sebagai seorang siswa SMA. Perkenalkan namaku Agsa, aku adalah anak akselerasi angkatan pertama di SMA Negeri 1 Kediri. Selama dua tahun aku menempuh pendidikan disana, telah banyak hal yang mengubah dan mewarnai duniaku. Dari teman-teman, guru, staf, bahkan satpam disana telah memberikan goresan tinta pada lembar sejarah aku menapakkan kaki disana. Kini semua sejarah yang telah aku ukir akan segera berakhir dan menjadi kenangan dari dan untuk diriku sendiri.
            Sekolah telah usai, banyak dari teman-teman sekelasku yang pulang untuk segera mempersiapkan diri untuk mengikuti tes SNMPTN ataupun mempersiapkan berkas-berkas untuk registrasi ulang di perguruan tinggi yang telah menerima mereka. Di pagi yang menjelang siang ini sekolah sudah begitu sepi, aku memutuskan untuk pergi ke sanggar tempat dimana aku dan teman-teman pramuka yang lain selalu berkumpul. Sesampainya di sanggar aku melihat kelima temanku sudah berada sanggar, mereka adalah Wisa, Yudi, Adit, Enik, dan Hasbi. Mereka sedang mempersiapkan kegiatan outbond untuk anggota besuk.
            “Assalamualaikum” sapaku
            “Lagi ada apa ni?”
            “Lagi rapat!” sahut Wisa.
            “Sewot bener sih Wis, lololo koq Mas PA lagi menyapu sanggar!? Seharusnya yang perempuan terutama si Pradana putri yang sewot yang menyapu sanggar. Biar sekali-kali pegang sapu.” sindirku kepada Wisa.
            Sambil mengambil sapu dari Hasbi, Wisa pun menjawab “Ni sekarang aku yang menyapu, PUAS!!”
            “Weh ngeri, ada mak lampir pegang sapu” candaku kepada Wisa.
Seketika itu aku pun di pukul oleh Wisa menggunakan sapu yang sedang ia pegang. Lalu datanglah Laili dan Celya anggota pramuka yang lain.
            “Eh, sapu kok dibuat mainan to. Buruan ditaruh” kata Celya
            “Hayo lo, Bu PA datang. Kena marah lo!” sahut Yudi.
            “Ampun Bu PA, aku hanyalah korban penindasan.” jawabku sambil terkekeh.
            “Udah jangan banyak omong kamu, dasar orang tua!” sahut Wisa
            “Udah-udah, ni waktunya rapat jangan dibuat lawakan. Hehehe” Hasbi menengahi sambil tertawa.
            Akhirnya rapat pun diteruskan  kembali setelah kehebohan yang aku lakukan. Rapat kali ini dihadiri oleh seluruh anggota dewan ambalan. Aku pun juga ikut bergabung ke dalam rapat tersebut karena secara de jure aku masih berstatus sebagai anggota dewan ambalan. Rapat kali ini adalah membahas tentang konsep acara outbond besuk yang akan diselenggarakan di tempat wisata Roro Kuning, kabupaten Nganjuk. Teman-teman telah menjadwalkan bahwa besuk anggota akan berangkat pukul 07.00 menggunakan truk yang telah disewa sebelumnya.
            “Gimana Adit sudah siap dengan konsep acara besuk pagi? Kira-kira dewan dan alumni nanti akankah juga berangkat dengan menggunakan truk?” tanya Yudi.
            “Untuk besuk alumni dan dewan bisa ikut naik truk tapi jika kapasitas truk sudah penuh, sangat dianjurkan untuk menaiki sepeda motornya sendiri.” jawab adit.
            “Sedangkan untuk acara besuk, setiba di lokasi peserta akan langsung dibawa untuk berwisata terlebih dahilir. Baru dilanjutkan dengan game-game dan acara puncaknya adalah makan rujak bersama-sama, seperti acara outbond tahun kemarin.” lanjutnya.
            “Wah, la ini. Alumni dapat uang bensin gak ya?” sahutku.
            “Gak ada uang bensin, udah masuk taman wisata gratis masih minta uang bensin.” jawab Laili
            “Oke deh, yang penting ada yang gratis. Hehehe…” Aku pun terkekeh mendengar jawaban Laili.
            “Dan yang penting nanti akan ada makan siang gratis, oke?” tambahku.
            “Iya, hanya untuk kamu Ag, hanya akan dikasih makan rumput liar.” Imbuh Adit sambil menepuk bahuku berkali-kali.
            “Parah euy, masak teman lama tidak dihargai.” jawabku.
            “La maunya dihargai berapa to Ag? 50 rupiah. Hahaha…” jawab Hasbi dan yang lainnya pun ikut tertawa.
            Pada saat itu aku menjadi bahan olok-olokan oleh temanku sendiri. Rapat waktu itu adalah rapat yang sungguh menyenangkan, penuh dengan canda tawa dan suka riang karena sudah lama aku tidak merasakan kehangatan keluarga dalam organisasi bersama teman-teman yang sebentar lagi akan aku tinggalkan.
            Akhirnya rapat pun melebar dari topik pembicaraan. Dari mebicarakan tentang kegiatan outbond sampai ke masalah pelajaran, bahkan juga membicarakan tentang guru-guru yang mengajar di kelas masing-masing. Tak terasa jarum jam telah menunjukkan pukul 5 dan kami semua belum menjalankan ibadah sholat ashar. Akhirnya rapat pun ditutup dan segera aku bersama teman-teman menjalankan ibadah ashar. Selesai menjalankan beribadah, kami semua pulang ke rumah masing-masing.
            Sesampainya di rumah, aku langsung mandi dan setelah selesai, aku menonton televisi bersama adikku yang masih duduk di bangku SMP kelas 1, sambil menunggu waktu adzan magrib. Adzan pun berkumandang, aku dan ibu segera bersiap untuk berangkat ke masjid. Sedangkan adikku sudah terbiasa ditinggal karena sudah ada kakakku yang baru pulang dari bekerja. Bapak saat itu sedang bekerja, Bapak mendapatkan shift siang dalam pekerjaannya dan pulang sekitar pukul 22.30. Selesai ibadah magrib aku melanjutkan rutinitas seperti mengaji, makan dan sebagainya hingga selesai menjalankan ibadah sholat isya’. Namun, dari rutinitas yang biasa aku lakukan ada sedikit agenda yang telah hilang yakni belajar. Akhirnya pada pukul 21.00  aku pilih untuk mangakhiri rutinitasku dan memutuskan untuk tidur.
            Adzan subuh yang telah berkumandang membangunkan aku dari kematian sementara. Segera setelah bangun aku mengambil air wudhu dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Selesai beribadah aku pun segera mempersiapkan diri untuk ikut dalam acara outbond temen-temen pramuka. Sepeda motor yang akan aku gunakan untuk bepergian aku cuci dan mulai aku panaskan mesinnya. Pukul 05.45 aku berangkat dari rumah, tidak lupa untuk berpamitan dengan Bapak dan Ibu. Dalam perjalanan menuju ke sekolah aku melihat hari ini begitu cerah dan sinar matahari bersinar terang dari balik pepohonan seindah sinar terang yang menaungi gunung Olympus. Aku pun mengucap penuh syukur kepada Allah swt atas penciptaan-Nya yang begitu menakjubkan ini.
            Setiba di sekolah aku hanya menemukan Mas Andri kakak kelas yang tahun ini lulus bersamaan dengan aku. Dia samahalnya anggota pramuka sepertiku dan akan mengikuti kegiatan outbond. Lima menit kemudian Mas Hamdan, kakak kelasku yang sama seperti Mas Andri. Akhirnya kami bertiga menunggu dewan ambalan yang masih belum datang begitu juga dengan angggota pramuka yang lain. Kurang lebih 15 menit aku bersama Mas Andri dan Mas Hamdan menunggu dan hingga akhirnya Adit dan Yudi datang disusul dengan anggota dewan ambalan yang lain beserta para pesertanya.
            “Wow lama, katanya jam 06.00, ternyata telat. Gimana ni dewan ambalannya?” kata Mas Hamdan.
            “Maaf-maaf ada kesalahan teknis dalam perjalanan sehingga agak terlambat.” Jawab Yudi.
            “Udah gak apa-apa, terus dik yud ini adik-adik peserta kamu mau dinaikkan apa? Gak mungkinkan kalo ke tempat tujuan harus dengan naik motor?” sahut Mas Andri memotong pembicaraan Mas Hamdan dan Yudi.
            “Ya tidaklah Mas, adik-adiknya akan kita naikkan truk terus beberapa panitia akan ikut dan sisanya akan menggunakan sepeda motor.” jawab Yudi.
            “Terus sampai jam segini kok truknya masih belum datang, udah dikonfirmasi belum?” tanya lagi Mas Andri.
            “Tenang mas, kemarin udah aku hubungi. Insyaallah setengah tujuh sudah datang. Nah itu dia truknya tiba.” Jawab Yudi lagi.
Akhirnya truk pun datang bersama dengan kedatangan Enik dan Fibri.
            “Ayo adik-adik segera naik ke truk dan kita akan segera berangkat, biar sampai di tempat acara tidak terlalu siang.” kata Mas Andri
            “Oia, Pak Kusen sudah dihubungi belum?” tambahnya
            “Habis ini tiba disekolah mas.” Jawab Yudi.
Tidak terlalu lama Pak Kusen pun datang. Pak Kusen adalah pembina pramuka di ambalanku.
            “Assalamualaikum” ucap Pak Kusen
            “Waalaikumsallam!” jawab semuanya
            “Bagaimana ini sudah siapkah semuanya, Yudi? tambah Pak Kusen
            “Insyaallah sudah pak, adik-adik sudah kita naikkan ke dalam truk bersama dengan Enik, Hasbi, Fibri, dan Pebri. Lalu yang lainnya akan naik sepeda motor pak.” jawab Yudi
            “Terus disana sudah ada panitia belum?” tanya Pak Kusen
            “Belum ada Pak, ini nanti saya bersama Adit akan berangkat duluan. Karena Adit nanti sekalian menjemput Celya.” tambah Yudi
            “Begitu, terus yang memberi penunjuk jalan dari truk siapa?”
            “Ada Enik Pak yang akan menjadi penunjuk jalan.”
            “Terus untuk Hamdan dan Agsa ini naik apa?” tanya Pak Kusen kepada aku dan Mas Hamdan.
            “Tenang Pak, kalau saya dan Mas Hamdan gampang. Berangkat kapanpun, naik apapun bisa, anak bolang kok.” Candaku menjawab pertanyaan Pak Kusen
            “Wo, memang bocah ilang.” canda Pak Kusen
Disela-sela perbincangan itu, Wisa pun datang.
            “Wah-wah, lha ini pradana kok terlambat.” ejek Pak Kusen kepada Wisa
            “La masih harus menyelesaikan pekerjaan rumah lo Pak.” Jawab Wisa sambil mencium tangan Pak Kusen.
            “Permisi Pak, saya mau izin berangkat duluan bersama Adit dan Mas Andri.”  ucap Yudi
            “Ya, ya. Silahkan. Hati-hati dijalan. Kalo begitu ayo sekalian kita siap-siap dan berangkat.” Jawab Pak Kusen
            “Ini dik Roro, mau ikut naik truk atau ada kendaraan pribadi?” tambah Pak Kusen
            “Ya dengan ini Pak saya berangkat.” Jawab Wisa sambil menunjuk ke sepeda motornya yang sedang ia gunakan.
            “Oke, silahkan bagi yang mau naik ke dalam truk segera naik dan yang naik sepeda motor tolong segera disiapkan sepeda motornya.” tutup Pak Kusen
Akhirnya setelah Yudi dan Adit berangkat lebih dahilir, semua panitia dan peserta segera menaiki truk. Sementara itu aku mengambil sepeda motor untuk berangkat, berboncengan dengan Mas Hamdan. Ketika aku mau menaiki motorku, tiba-tiba Wisa menghampiri.
            “Ag, aku bisa minta tolong?” tanyanya
            “Minta tolong apa Wis?” tanyaku pada Wisa
            “Tolong kamu bonceng aku naik sepeda motorku, kalau naik truk aku takut mabuk, please.” pintanya.
            “Gimana Mas Ham?” tanyaku pada Mas Hamdan
            “Okelah gak apa-apa. Tunggu aku tak mengambil motorku dulu.” jawab Mas Hamdan
            “Gak usah mas, pake motorku wae. Bensin penuh ni.” jawabku
            “Kalau begitu ayo Wis” jawabku ke Wisa sambil aku mengambil motor Wisa dan menaikinya.
Tiba-tiba dari belakang Pak Kusen menghampiri.
            “Ada yang tau tempatnya? Kalau tahu ayo duluan berangkat.” ajak Pak Kusen
            “Saya tahu Pak. Oke, ayo Pak kita berangkat” jawabku segera.
Akhirnya aku, Wisa, Mas Hamdan dan Pak Kusen berangkat lebih dulu meninggalkan truk yang sedang memutar arah.
Ini adalah peristiwa yang tak akan pernah aku lupakan, dipagi yang seindah pemandangan olympus dan segarnya angin yang berhembus, seperti menjadi  awal bagiku untuk mengukir tinta biru di buku kenangan yang tersimpan secara rapi didalam ingatanku. Kurang lebih satu setengah jam aku bersama Pak Kusen, Mas Hamdan dan Wisa menempuh perjalanan yang lumayan jauh dan akhirnya kami tiba di lokasi wisata “Roro Kuning”, tempat dimana kegiatan outbond dilakasanakan. Rupanya disana sudah ada teman-teman yang tiba lebih dulu. Mereka adalah Yudi dan Adit yang lebih dahilir berangkat, lalu ada Mas Andri, Fibri, Dian, dan Celya. Sambil menunggu teman-teman dan peserta yang naik truk tiba, kami menyempatkan diri untuk berkeliling tempat wisata
Ketika kami berjalan untuk melihat-lihat pemandangan disekitar daerah wisata, kami menemukan sebuah papan yang bertuliskan bahwa di tempat wisata itu terdapat dua air terjun. Air terjun pertama bernama “air terjun ngunut” setinggi 4 meteran, sedangkan air terjun kedua bernama “ air terjun pacoban“ itu adalah air terjun tertinggi yang ada disana, tingginya sekitar 15 meteran. Selain air terjun, di tempat wisata itu juga terdapat penangkaran rusa. Setelah membaca papan tulisan itu kami melanjutkan perjalanan hingga akhirnya kami menemukan air terjun ngunut. Air terjunnya tidak terlalu deras karena ketinggiannya hanya 4  meter. Lalu kami melanjutkan perjalanan melihat penangkaran rusa. Dalam perjalanan ke penangkaran rusa, aku tidak mendapati adanya air terjun kedua yang tingginya berkisar 15 meteran. Akhirnya ada rasa penasaran pada diriku untuk menemukan air terjun yang tingginya 15 meter itu.
            “Mas Ndri, Air Terjun Pacoban itu dimana? Kok gak ada?” tanyaku pada Mas Andri
            “Aku sendiri juga kurang tahu Ag, soalnya aku baru pertama kali ini kesini.”
            “Coba kamu tanya pada orang-orang  yang sedang berfoto-foto dengan rusa yang ada disana.” jawab Mas Andri 
            “Ayo Ag, berani gak? Atau perlu ditemeni.” sindir Adit.
            “Gak usah dit, masak gini aja perlu bantuan. Kalian tunggu disini sambil melihat-lihat rusa ya” Jawabku dengan penuh percaya diri.
Aku pun menghampiri orang yang sedang berfoto-foto dengan rusa dan bertanya tentang Air Terjun Pacoban.
            “Permisi mas, saya mau tanya.” sapaku sambil berjabat tangan dengan mas yang memegang foto.
            “Iya dik, apa yang bisa saya bantu?” jawab mas yang memegang kamera.
            “ Mas tau tempat Air Terjun Pacoban?” tanyaku
            “Oh itu, kurang lebih lima kilo meter dari sini. Lewatnya jalan setapak disamping Air Terjun Ngunut tadi.” jawab masnya tadi.
            “Terima kasih atas informasinya mas.” ucapku sambil berjabat tangan, lalu meninggalkan mas yang memegang kamera tadi.
            “Teman-teman!” teriakku.
            “Gimana hasilnya?” tanya Mas Andri
            “Sip mas, air terjunnya kurang lebih lima kilometer dari sini dan jalanannya sudah dibuat setapak sehingga mudah untuk dilalui. Gimana tetep mau mencari gak?”  tantangku kepada temen-temen.
            “Walah yo, lempoh lah ni kaki.” jawab Mas Andri
            “Halah, anak muda kok mudah capek. Kalau Bapak ini wajar, sana berangkat.” ucap Pak Kusen kepada Mas Andri.
            “Iya Pak!” tungkas Mas Andri.
            “Oke, ada yang mau ikut?” tanyaku kepada teman yang lain
Tidak ada satupun yang ingin ikut kecuali Adit. Pada akhirnya yang ikut untuk mencari Air Terjun Pacoban hanya empat orang, yakni aku , Adit, Mas Andri, dan Mas Hamdan. Sedangkan yang lain kembali ke tampat parkir untuk memulai acara dengan peserta yang baru saja datang.
            Aku, Adit, Mas Andri dan Mas Hamdan pun memulai perjalanan mengikuti jalan setapak disamping Air Terjun Ngunut. Awal perjalanan masih menyenangkan karena kondisi jalan masih baik dan datar, namun hal itu hanya sementara karena kondisi jalan berubah menjadi tanah berlumpur, tidak setapak lagi dan medannya lebih menanjak. Aku yang penuh semangat ingin segera menemukan Air Terjun Pacoban berjalan didepan meninggalkan Mas Andri, Mas Hamdan dan Adit yang ada dibelakang. Karena besemangatnya diriku, aku pun benar-benar berjalan jauh dari mereka dan tidak mengenali lagi kondisi sekelilingku yang telah berubah menjadi pepohonan pinus. Aku pun menghentikan langkahku dan mulai melihat sekelilingku, aku jadi khawatir memutuskan untuk kembali ke tempat aku meninggalkan teman-temanku. Aku pun segera berbalik arah dan berlari sekencang-kencangnya kembali kebelakang untuk mencari mereka bertiga. Dan, tiba-tiba aku menabrak seseorang yang rupanya itu adalah Mas Andri.
            “Aduh Ag, nabrak-nabrak. Ada apa?” tanya Mas Andri padaku.
            “Hehehe, aku kira kalian kembali dan tidak jadi ikut mencari Air Terjun Pacoban. Makanya aku berlari untuk mengejar kalian.” Jawabku.
            “Yo gak lah, gimana didepan udah ngeliat air terjunnya?”
            “Belum Mas, masih jauh. Mana Mas Hamdan?”
            “Paling ya masih dibelakang, kalau tidak ya sudah kembali ke tempat acara outbond. Ayo diteruskan.” ajak Mas Andri melanjutkan perjalanan.
Akhirnya setelah melewati hutan yang penuh hutan pinus kami sampai di sebuah sungai yang airnya begitu jernih. Disungai itu kami beristirahat sambil berfoto-foto. Saat kami sedang berfoto-foto, tiba-tiba muncul Mas Hamdan yang rupanya masih mengikuti kami dari belakang. Setelah cukup beristirahat kami memulai untuk melanjutkan perjalanan. Namun ada kendala disini, jalan untuk melanjutkan perjalanan mencari Air Terjun Pacoban tidak kelihatan. kami pun bingung harus lewat mana. Akhirnya kami memutuskan untuk menyusuri sungai sebagai jalan alternatif karena secara logika air dari sungai ini pasti mengalir dari air terjun tersebut. Sehingga kami pun melanjutkan perjalanan dengan menyusuri sungai. Sebelum berangkat aku melihat tanda-tanda sekitar untuk mewaspadai agar kami tidak tersesat ketika kembali nanti.
            Perjalanan yang berat karena aliran sungai ini dipenuhi dengan batu sungai yang ukurannya besar-besar, selain itu jalan yang menanjak juga menambah kesulitan perjalanan kami, namun karena arus sungai yang tidak terlalu kencang perjalanan menyusuri sungai pun dirasa aman. Aku berjalan lebih dahilir seperti biasanya meninggalkan Mas Andri, Mas Hamdan dan Adit. Ketika di pertengahan jalan menyusuri sungai, kondisi mereka bertiga mulai kelelahan sehingga kami memutuskan untuk beristirahat lagi. Setelah cukup beristirahat kami pun melanjutkan perjalanan. Akibat dari batu-batu sungai yang besar dan bentuknya yang tidak teratur, kaki kami mulai sakit dan tidak nyaman. Hal ini menghambat perjalanan kami untuk menyusuri sungai karena sedikit-sedikit kami harus beristirahat untuk melemaskan kaki. Hingga akhirnya kami sampai disebuah cekungan dengan air sungai yang turun lumayan deras dari batuan-batuan lain. Seperti sebuah air terjun kecil yang tidak terlalu tinggi. Dan kami pun memutuskan untuk istirahat disini. Tidak kusangka perjalanan untuk menemukan Air Terjun Pacoban sudah menghabiskan waktu tiga jam lebih dan saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 11.15 WIB. Karena sudah menjelang siang kami pun memutuskan untuk kembali, walau kecewa tapi kami cukup senang karena sudah lama aku dan teman-teman tidak melakukan petualangan gila seperti ini.
            Dalam perjalanan kembali ke tempat awal dimana kami tiba disungai, kami mendapat masalah yang tidak diduga. Ternyata kami tersesat dan tidak menemukan jalan masuk ke hutan pinus yang tadi kami lewati. Diperburuk lagi kondisi teman-teman yang mulai kelaparan dan cuaca yang mulai mendung.
            “Gimana ini, sepertinya kita tadi tidak lewat sini deh. Gimana Mas Andri kemana kita harus berjalan?” tanyaku
            “Aku sendiri juga gak tahu Ag, menurutmu gimana Dit?” melemparkan pertanyaan ke Adit.
            “Udahlah kita ikuti arus sungai ini yang turun sampai ke hilir, disana ada rumah warga nanti kita minta tolong kepada mereka.” jawab Adit
Kami pun mengikuti kata-kata Adit, aku yang berada didepan mencoba untuk membuka jalan sambil berteriak minta tolong seandainya ada petani yang sedang memanen getah pinus. Namun hasilnya adalah nihil. Ketika dalam perjalanan kembali, Mas Hamdan mulai kehabisan stamina  dan ditambah lagi dengan kakinya yang sudah memerah sehinga membuatnya sulit untuk berjalan. Kami memutuskan untuk beristirahat dan sementara itu aku terus berjalan untuk melihat apakah hilirnya masih jauh atau tidak. Meski kondisiku mulai lemas, tapi aku harus kuat karena aku yang membawa mereka ke sini jadi aku harus bertanggung jawab atas mereka. Aku pun mulai ragu jika kami terus berjalan turun ke hilir kami bisa sampai dirumah warga sebelum sore hari karena cuaca yang sudah mendung. Selain itu, pasti Pak Kusen dan yang lain mulai khawatir. Akhirnya aku kembali ke tempat teman-teman tadi beristirahat.
            “Mas Ndri, sebaiknya kita tetap mencari pintu masuk ke hutan pinus, kita kembali ke tempat cekungan tadi dan mulai mencarinya dengan teliti. Kalau kita terus turun sepertinya mustahil bisa sampai kerumah warga dalam waktu singkat soalnya jalannya lebih curam, kasihan Mas Hamdan”. ucapku.
            “Tapi Ag, susah lho. Tadi kan kita juga sudah mencari ketika jalan turun tapi ya gak ketemu.” jawab Mas Andri.
            “Iya Ag, kita ikuti saja arus ini ke bawah.” sahut Adit
            “Gak! Kalau kita turun kita tidak akan bisa sampai di rumah warga dalam waktu yang singkat.” jawabku
            “Oia kita tadi kan berfoto-foto ketika sampai disungai ini, kita cari tanda-tanda yang identik dengan foto itu. Pasti kita bisa menemukan jalan keluarnya.” ucapku selanjutnya.
            “Mas Andri yang memegang kamera dan yang bisa melihat foto itu berjalan duluan bersama Adit mencari pintu ke hutan pinus, aku dibelakang membantu Mas Hamdan berjalan.
“Kalau ketemu langsung teriak.” tambahku.
Akhirnya Mas Andri dan Adit pun mengerti posisi kami saat itu dan mereka mulai naik. Hal ini tidak pernah aku kira sebelumnya, kami tersesat dan tidak ada suatu alat pun yang bisa membantu kami kecuali kamera. Handphone yang kami bawa tidak memiliki signal ketika kami sampai di sungai ini. Perjalanan yang sangat berat untuk menemukan jalan keluar dan kembali ke tempat outbond.
            Kurang lebih tiga puluh menit Mas Andri dan Adit berjalan didepan dan mencari jalan keluar, sedangkan aku bersama Mas Hamdan berjalan pelan-pelan sambil beristirahat karena kondisi Mas Hamdan yang sudah semakin sulit untuk berjalan dibebatuan.
            “Woi Ag, jalannya sudah ketemu! Buruan kesini!” teriak Adit kepadaku.
            “Oke!” balasku
            “Ayo Mas Ham, kita sudah hampir keluar dari sini.” ucapku kepada Mas Hamdan untuk memotivasi.
Akhirnya kami pun berhasil menemukan pintu keluar dan masuk kembali ke hutan pinus. Segera kami berjalan cepat untuk kembali ke tempat outbond. Sedangkan Mas Hamdan sudah mampu berjalan lancar walaupun agak tertatih-tatih karena kakinya yang sudah memar. Dalam perjalanan kembali ke tempat outbond, aku membuka kotak pesan hpku karena ketika memasuki hutan pinus hpku dapat menerima signal dari provider yang aku gunakan. Dalam kotak pesan itu terdapat dua pesa baru yang semuanya dari Wisa. Kiriman pertama dia menanyakan posisi kami, sedangkan kiriman kedua dia memberitahu bahwa mereka telah dalam perjalanan pulang ke Kediri. Aku membalas pesan dari Wisa dan memberitahu teman-teman yang sekarang bersamaku.
“Woi, teman-teman kita sudah ditinggal pulang ke Kediri. Gimana ni?” tanyaku
“Iya kah ? Lalu kita pulang naik apa?” Mas Andri kembali bertanya
“Tenang aku bawa kunci motor Celya, ada yang bawa kunci motor lagi gak?” jawab Adit dengan tenangnya.
“Aku bawa kunci motor Agsa.” jawab Mas Hamdan
“Ya udah tenang kan.” jawab Adit

Sampai di tempat parkir, kami pun mulai bersiap untuk pulang, aku berboncengan dengan Mas Hamdan menaiki motorku, sedangkan Adit bersama Mas Andri menaiki motor Celya. Segera kami memacu kendaraan untuk dapat sampai di sekolah sebelum waktu Dzuhur habis karena kami belum melaksanakan ibadah sholat Dzuhur. Ketika dalam perjalanan aku mendapat pesan baru dari Wisa yang memberitahu agar kami mampir ke warung soto yang menjadi langganan teman-teman didekat terminal. Tujuan kami pun berubah yang semula ke sekolah menjadi menuju ke warung soto. Ini adalah perjalanan dan petualangan yang benar-benar berkesan dalam hidupku mengingat sebentar lagi aku akan meninggalkan kota tercintaku dan teman-temanku. Sebuah penutup perjalanan yang begitu menyenangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Perjalanan Pasti Akan Berakhir

Aku tidak tahu kapan aku memulainya karena dengan demikian aku berharap tidak akan pernah ada akhirnya. Deburan ombak dan hembusan angin s...