Ting… tong… Ting tong… Ting tong… bel
tanda bahwa kegiatan akademik telah selesai. Hari ini merupakan hari yang tidak
terlalu melelahkan, namun hari ini merupakan hari terakhir diirku sebagai
seorang siswa SMA. Perkenalkan namaku Agsa, aku adalah anak akselerasi angkatan
pertama di SMA Negeri 1 Kediri. Selama dua tahun aku menempuh pendidikan disana,
telah banyak hal yang mengubah dan mewarnai duniaku. Dari teman-teman, guru,
staf, bahkan satpam disana telah memberikan goresan tinta pada lembar sejarah
aku menapakkan kaki disana. Kini semua sejarah yang telah aku ukir akan segera
berakhir dan menjadi kenangan dari dan untuk diriku sendiri.
Sekolah telah usai, banyak dari
teman-teman sekelasku yang pulang untuk segera mempersiapkan diri untuk mengikuti
tes SNMPTN ataupun mempersiapkan berkas-berkas untuk registrasi ulang di
perguruan tinggi yang telah menerima mereka. Di pagi yang menjelang siang ini
sekolah sudah begitu sepi, aku memutuskan untuk pergi ke sanggar tempat dimana
aku dan teman-teman pramuka yang lain selalu berkumpul. Sesampainya di sanggar
aku melihat kelima temanku sudah berada sanggar, mereka adalah Wisa, Yudi,
Adit, Enik, dan Hasbi. Mereka sedang mempersiapkan kegiatan outbond untuk anggota besuk.
“Assalamualaikum” sapaku
“Lagi ada apa ni?”
“Lagi rapat!” sahut Wisa.
“Sewot bener sih Wis, lololo koq Mas
PA lagi menyapu sanggar!? Seharusnya yang
perempuan terutama si Pradana putri yang sewot yang menyapu sanggar. Biar
sekali-kali pegang sapu.” sindirku kepada Wisa.
Sambil mengambil sapu dari Hasbi, Wisa pun menjawab “Ni sekarang
aku yang menyapu, PUAS!!”
“Weh
ngeri, ada mak lampir pegang sapu” candaku kepada Wisa.
Seketika
itu aku pun di pukul oleh Wisa menggunakan sapu yang sedang ia pegang. Lalu datanglah Laili dan Celya anggota pramuka yang lain.
“Eh,
sapu kok dibuat mainan to. Buruan ditaruh” kata Celya
“Hayo lo, Bu PA datang. Kena marah
lo!” sahut Yudi.
“Ampun Bu PA, aku hanyalah korban
penindasan.” jawabku sambil terkekeh.
“Udah jangan banyak omong kamu,
dasar orang tua!” sahut Wisa
Akhirnya rapat pun diteruskan kembali setelah kehebohan yang aku lakukan.
Rapat kali ini dihadiri oleh seluruh anggota dewan ambalan. Aku pun juga ikut bergabung
ke dalam rapat tersebut karena secara de
jure aku masih berstatus sebagai anggota dewan ambalan. Rapat kali ini
adalah membahas tentang konsep acara outbond
besuk yang akan diselenggarakan di tempat wisata Roro Kuning, kabupaten
Nganjuk. Teman-teman telah menjadwalkan bahwa besuk anggota akan berangkat
pukul 07.00 menggunakan truk yang telah disewa sebelumnya.
“Gimana Adit sudah siap dengan
konsep acara besuk pagi? Kira-kira dewan dan alumni nanti akankah juga
berangkat dengan menggunakan truk?” tanya Yudi.
“Untuk besuk alumni dan dewan bisa
ikut naik truk tapi jika kapasitas truk sudah penuh, sangat dianjurkan untuk
menaiki sepeda motornya sendiri.” jawab adit.
“Sedangkan untuk acara besuk, setiba
di lokasi peserta akan langsung dibawa untuk berwisata terlebih dahilir. Baru dilanjutkan
dengan game-game dan acara puncaknya
adalah makan rujak bersama-sama, seperti acara outbond tahun kemarin.” lanjutnya.
“Wah, la ini. Alumni dapat uang bensin gak ya?” sahutku.
“Gak ada uang bensin, udah masuk taman wisata gratis
masih minta uang bensin.” jawab Laili
“Oke
deh, yang penting ada yang gratis. Hehehe…” Aku pun terkekeh mendengar jawaban
Laili.
“Dan yang penting nanti akan ada
makan siang gratis, oke?” tambahku.
“Iya, hanya untuk kamu Ag, hanya
akan dikasih makan rumput liar.” Imbuh Adit sambil menepuk bahuku berkali-kali.
“Parah euy, masak teman lama tidak
dihargai.” jawabku.
“La maunya dihargai berapa to Ag? 50
rupiah. Hahaha…” jawab Hasbi dan yang lainnya pun ikut tertawa.
Pada saat itu aku menjadi bahan
olok-olokan oleh temanku sendiri. Rapat waktu itu adalah rapat yang sungguh
menyenangkan, penuh dengan canda tawa dan suka riang karena sudah lama aku
tidak merasakan kehangatan keluarga dalam organisasi bersama teman-teman yang
sebentar lagi akan aku tinggalkan.
Akhirnya rapat pun melebar dari topik pembicaraan. Dari mebicarakan tentang
kegiatan outbond sampai ke masalah
pelajaran, bahkan juga membicarakan tentang guru-guru yang mengajar di kelas
masing-masing. Tak terasa jarum jam telah menunjukkan pukul 5 dan kami semua
belum menjalankan ibadah sholat ashar. Akhirnya rapat pun ditutup dan segera aku
bersama teman-teman menjalankan ibadah ashar. Selesai menjalankan beribadah,
kami semua pulang ke rumah masing-masing.
Sesampainya di rumah, aku langsung
mandi dan setelah selesai, aku menonton televisi bersama adikku yang masih
duduk di bangku SMP kelas 1, sambil menunggu waktu adzan magrib. Adzan pun berkumandang,
aku dan ibu segera bersiap untuk berangkat ke masjid. Sedangkan adikku sudah
terbiasa ditinggal karena sudah ada kakakku yang baru pulang dari bekerja.
Bapak saat itu sedang bekerja, Bapak mendapatkan shift siang dalam pekerjaannya
dan pulang sekitar pukul 22.30. Selesai ibadah magrib aku melanjutkan rutinitas
seperti mengaji, makan dan sebagainya hingga selesai menjalankan ibadah sholat isya’.
Namun, dari rutinitas yang biasa aku lakukan ada sedikit agenda yang telah
hilang yakni belajar. Akhirnya pada pukul 21.00 aku pilih untuk mangakhiri rutinitasku dan
memutuskan untuk tidur.
Adzan subuh yang telah berkumandang
membangunkan aku dari kematian sementara. Segera setelah bangun aku mengambil
air wudhu dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Selesai beribadah aku pun
segera mempersiapkan diri untuk ikut dalam acara outbond temen-temen pramuka. Sepeda motor yang akan aku gunakan
untuk bepergian aku cuci dan mulai aku panaskan mesinnya. Pukul 05.45 aku
berangkat dari rumah, tidak lupa untuk berpamitan dengan Bapak dan Ibu. Dalam
perjalanan menuju ke sekolah aku melihat hari ini begitu cerah dan sinar
matahari bersinar terang dari balik pepohonan seindah sinar terang yang
menaungi gunung Olympus. Aku pun mengucap penuh syukur kepada Allah swt atas
penciptaan-Nya yang begitu menakjubkan ini.
Setiba di sekolah aku hanya
menemukan Mas Andri kakak kelas yang tahun ini lulus bersamaan dengan aku. Dia samahalnya
anggota pramuka sepertiku dan akan mengikuti kegiatan outbond. Lima menit kemudian Mas Hamdan, kakak kelasku yang sama
seperti Mas Andri. Akhirnya kami bertiga menunggu dewan ambalan yang masih
belum datang begitu juga dengan angggota pramuka yang lain. Kurang lebih 15
menit aku bersama Mas Andri dan Mas Hamdan menunggu dan hingga akhirnya Adit
dan Yudi datang disusul dengan anggota dewan ambalan yang lain beserta para
pesertanya.
“Wow lama, katanya jam 06.00, ternyata
telat. Gimana ni dewan ambalannya?” kata Mas Hamdan.
“Maaf-maaf ada kesalahan teknis
dalam perjalanan sehingga agak terlambat.” Jawab Yudi.
“Udah gak apa-apa, terus dik yud ini
adik-adik peserta kamu mau dinaikkan apa? Gak mungkinkan kalo ke tempat tujuan
harus dengan naik motor?” sahut Mas Andri memotong pembicaraan Mas Hamdan dan
Yudi.
“Ya tidaklah Mas, adik-adiknya akan
kita naikkan truk terus beberapa panitia akan ikut dan sisanya akan menggunakan
sepeda motor.” jawab Yudi.
“Terus sampai jam segini kok truknya
masih belum datang, udah dikonfirmasi belum?” tanya lagi Mas Andri.
“Tenang mas, kemarin udah aku
hubungi. Insyaallah setengah tujuh sudah datang. Nah itu dia truknya tiba.” Jawab
Yudi lagi.
Akhirnya
truk pun datang bersama dengan kedatangan Enik dan Fibri.
“Ayo adik-adik segera naik ke truk
dan kita akan segera berangkat, biar sampai di tempat acara tidak terlalu
siang.” kata Mas Andri
“Oia, Pak Kusen sudah dihubungi
belum?” tambahnya
“Habis ini tiba disekolah mas.”
Jawab Yudi.
Tidak terlalu lama Pak Kusen
pun datang. Pak
Kusen adalah pembina pramuka di ambalanku.
“Assalamualaikum” ucap Pak Kusen
“Waalaikumsallam!” jawab semuanya
“Bagaimana ini sudah siapkah
semuanya, Yudi? tambah Pak Kusen
“Insyaallah sudah pak, adik-adik sudah
kita naikkan ke dalam truk bersama dengan Enik, Hasbi, Fibri, dan Pebri. Lalu
yang lainnya akan naik sepeda motor pak.” jawab Yudi
“Terus disana sudah ada panitia
belum?” tanya Pak Kusen
“Belum ada Pak, ini nanti saya bersama
Adit akan berangkat duluan. Karena Adit nanti sekalian menjemput Celya.” tambah
Yudi
“Begitu, terus yang memberi penunjuk
jalan dari truk siapa?”
“Ada Enik Pak yang akan menjadi penunjuk jalan.”
“Terus
untuk Hamdan dan Agsa ini naik apa?” tanya Pak Kusen kepada aku dan Mas Hamdan.
“Tenang Pak, kalau saya dan Mas
Hamdan gampang. Berangkat kapanpun, naik apapun bisa, anak bolang kok.” Candaku menjawab pertanyaan Pak Kusen
“Wo, memang bocah ilang.” canda Pak Kusen
Disela-sela perbincangan itu, Wisa
pun datang.
“Wah-wah, lha ini pradana kok terlambat.” ejek Pak Kusen
kepada Wisa
“La
masih harus menyelesaikan pekerjaan rumah lo Pak.” Jawab Wisa sambil mencium
tangan Pak Kusen.
“Permisi Pak, saya mau izin
berangkat duluan bersama Adit dan Mas Andri.”
ucap Yudi
“Ya, ya. Silahkan. Hati-hati
dijalan. Kalo begitu ayo sekalian kita siap-siap dan berangkat.” Jawab Pak
Kusen
“Ini dik Roro, mau ikut naik truk
atau ada kendaraan pribadi?” tambah Pak Kusen
“Ya dengan ini Pak saya berangkat.”
Jawab Wisa sambil menunjuk ke sepeda motornya yang sedang ia gunakan.
“Oke, silahkan bagi yang mau naik ke
dalam truk segera naik dan yang naik sepeda motor tolong segera disiapkan
sepeda motornya.” tutup Pak Kusen
Akhirnya
setelah Yudi dan Adit berangkat lebih dahilir, semua panitia dan peserta segera
menaiki truk. Sementara itu aku mengambil sepeda motor untuk berangkat,
berboncengan dengan Mas Hamdan. Ketika aku mau menaiki motorku, tiba-tiba Wisa
menghampiri.
“Ag, aku bisa minta tolong?”
tanyanya
“Minta tolong apa Wis?” tanyaku pada
Wisa
“Tolong kamu bonceng aku naik sepeda
motorku, kalau naik truk aku takut mabuk, please.”
pintanya.
“Gimana Mas Ham?” tanyaku pada Mas
Hamdan
“Okelah gak apa-apa. Tunggu aku tak
mengambil motorku dulu.” jawab Mas Hamdan
“Gak usah mas, pake motorku wae.
Bensin penuh ni.” jawabku
“Kalau begitu ayo Wis” jawabku ke Wisa
sambil aku mengambil motor Wisa dan menaikinya.
Tiba-tiba
dari belakang Pak Kusen menghampiri.
“Ada yang tau tempatnya? Kalau tahu
ayo duluan berangkat.” ajak Pak Kusen
“Saya tahu Pak. Oke, ayo Pak kita
berangkat” jawabku segera.
Akhirnya
aku, Wisa, Mas Hamdan dan Pak Kusen berangkat lebih dulu meninggalkan truk yang
sedang memutar arah.
Ini adalah peristiwa
yang tak akan pernah aku lupakan, dipagi yang seindah pemandangan olympus dan
segarnya angin yang berhembus, seperti menjadi
awal bagiku untuk mengukir tinta biru di buku kenangan yang tersimpan
secara rapi didalam ingatanku. Kurang lebih satu setengah jam aku bersama Pak Kusen, Mas Hamdan
dan Wisa menempuh perjalanan yang lumayan jauh dan akhirnya kami tiba di lokasi
wisata “Roro Kuning”, tempat dimana kegiatan outbond dilakasanakan. Rupanya disana sudah ada teman-teman yang
tiba lebih dulu. Mereka adalah Yudi dan Adit yang lebih dahilir berangkat, lalu
ada Mas Andri, Fibri, Dian, dan Celya. Sambil menunggu teman-teman dan peserta
yang naik truk tiba, kami menyempatkan diri untuk berkeliling tempat wisata
Ketika kami
berjalan untuk melihat-lihat pemandangan disekitar daerah wisata, kami
menemukan sebuah papan yang bertuliskan bahwa di tempat wisata itu terdapat dua
air terjun. Air terjun pertama bernama “air terjun ngunut” setinggi 4 meteran,
sedangkan air terjun kedua bernama “ air terjun pacoban“ itu adalah air terjun
tertinggi yang ada disana, tingginya sekitar 15 meteran. Selain air terjun, di tempat wisata itu juga terdapat penangkaran rusa.
Setelah membaca papan tulisan itu kami melanjutkan perjalanan hingga akhirnya
kami menemukan air terjun ngunut. Air terjunnya tidak terlalu deras karena
ketinggiannya hanya 4 meter. Lalu kami
melanjutkan perjalanan melihat penangkaran rusa. Dalam perjalanan ke
penangkaran rusa, aku tidak mendapati adanya air terjun kedua yang tingginya
berkisar 15 meteran. Akhirnya
ada rasa penasaran pada diriku untuk menemukan air terjun yang tingginya 15
meter itu.
“Mas Ndri, Air Terjun Pacoban itu dimana? Kok
gak ada?” tanyaku pada Mas Andri
“Aku
sendiri juga kurang tahu Ag, soalnya aku baru pertama kali ini kesini.”
“Coba
kamu tanya pada orang-orang yang sedang
berfoto-foto dengan rusa yang ada disana.” jawab Mas Andri
“Ayo Ag, berani gak? Atau perlu ditemeni.” sindir Adit.
“Gak usah dit, masak gini aja
perlu bantuan. Kalian tunggu disini sambil melihat-lihat rusa ya” Jawabku
dengan penuh percaya diri.
Aku pun menghampiri orang yang sedang berfoto-foto dengan rusa dan bertanya
tentang Air Terjun Pacoban.
“Permisi mas, saya mau
tanya.” sapaku sambil berjabat tangan dengan mas yang memegang foto.
“Iya dik, apa yang bisa
saya bantu?” jawab mas yang memegang kamera.
“ Mas tau tempat Air
Terjun Pacoban?” tanyaku
“Oh itu, kurang lebih lima
kilo meter dari sini. Lewatnya jalan setapak disamping Air Terjun Ngunut tadi.”
jawab masnya tadi.
“Terima kasih atas
informasinya mas.” ucapku sambil berjabat tangan, lalu meninggalkan mas yang
memegang kamera tadi.
“Teman-teman!”
teriakku.
“Gimana
hasilnya?” tanya Mas Andri
“Sip
mas, air terjunnya kurang lebih lima kilometer dari sini dan jalanannya sudah
dibuat setapak sehingga mudah untuk dilalui. Gimana tetep mau mencari
gak?” tantangku kepada temen-temen.
“Walah
yo, lempoh lah ni kaki.” jawab Mas Andri
“Halah,
anak muda kok mudah capek. Kalau Bapak ini wajar, sana berangkat.” ucap Pak
Kusen kepada Mas Andri.
“Iya
Pak!” tungkas Mas Andri.
“Oke,
ada yang mau ikut?” tanyaku kepada teman yang lain
Tidak
ada satupun yang ingin ikut kecuali Adit. Pada akhirnya yang ikut untuk mencari
Air Terjun Pacoban hanya empat orang, yakni aku , Adit, Mas Andri, dan Mas
Hamdan. Sedangkan yang lain kembali ke tampat parkir untuk memulai acara dengan
peserta yang baru saja datang.
Aku, Adit, Mas Andri dan Mas Hamdan
pun memulai perjalanan mengikuti jalan setapak disamping Air Terjun Ngunut.
Awal perjalanan masih menyenangkan karena kondisi jalan masih baik dan datar,
namun hal itu hanya sementara karena kondisi jalan berubah menjadi tanah
berlumpur, tidak setapak lagi dan medannya lebih menanjak. Aku yang penuh
semangat ingin segera menemukan Air Terjun Pacoban berjalan didepan
meninggalkan Mas Andri, Mas Hamdan dan Adit yang ada dibelakang. Karena
besemangatnya diriku, aku pun benar-benar berjalan jauh dari mereka dan tidak
mengenali lagi kondisi sekelilingku yang telah berubah menjadi pepohonan pinus.
Aku pun menghentikan langkahku dan mulai melihat sekelilingku, aku jadi khawatir
memutuskan untuk kembali ke tempat aku meninggalkan teman-temanku. Aku pun
segera berbalik arah dan berlari sekencang-kencangnya kembali kebelakang untuk
mencari mereka bertiga. Dan, tiba-tiba aku menabrak seseorang yang rupanya itu
adalah Mas Andri.
“Aduh Ag, nabrak-nabrak. Ada apa?”
tanya Mas Andri padaku.
“Hehehe, aku kira kalian kembali dan
tidak jadi ikut mencari Air Terjun Pacoban. Makanya aku berlari untuk mengejar
kalian.” Jawabku.
“Yo gak lah, gimana didepan udah
ngeliat air terjunnya?”
“Belum Mas, masih jauh. Mana Mas
Hamdan?”
“Paling ya masih dibelakang, kalau
tidak ya sudah kembali ke tempat acara outbond.
Ayo diteruskan.” ajak Mas Andri melanjutkan perjalanan.
Akhirnya
setelah melewati hutan yang penuh hutan pinus kami sampai di sebuah sungai yang
airnya begitu jernih. Disungai itu kami beristirahat sambil berfoto-foto. Saat
kami sedang berfoto-foto, tiba-tiba muncul Mas Hamdan yang rupanya masih
mengikuti kami dari belakang. Setelah cukup beristirahat kami memulai untuk
melanjutkan perjalanan. Namun ada kendala disini, jalan untuk melanjutkan
perjalanan mencari Air Terjun Pacoban tidak kelihatan. kami pun bingung harus
lewat mana. Akhirnya kami memutuskan untuk menyusuri sungai sebagai jalan
alternatif karena secara logika air dari sungai ini pasti mengalir dari air
terjun tersebut. Sehingga kami pun melanjutkan perjalanan dengan menyusuri sungai.
Sebelum berangkat aku melihat tanda-tanda sekitar untuk mewaspadai agar kami
tidak tersesat ketika kembali nanti.
Perjalanan yang berat karena aliran
sungai ini dipenuhi dengan batu sungai yang ukurannya besar-besar, selain itu
jalan yang menanjak juga menambah kesulitan perjalanan kami, namun karena arus
sungai yang tidak terlalu kencang perjalanan menyusuri sungai pun dirasa aman.
Aku berjalan lebih dahilir seperti biasanya meninggalkan Mas Andri, Mas Hamdan
dan Adit. Ketika di pertengahan jalan menyusuri sungai, kondisi mereka bertiga mulai
kelelahan sehingga kami memutuskan untuk beristirahat lagi. Setelah cukup
beristirahat kami pun melanjutkan perjalanan. Akibat dari batu-batu sungai yang
besar dan bentuknya yang tidak teratur, kaki kami mulai sakit dan tidak nyaman.
Hal ini menghambat perjalanan kami untuk menyusuri sungai karena sedikit-sedikit
kami harus beristirahat untuk melemaskan kaki. Hingga akhirnya kami sampai
disebuah cekungan dengan air sungai yang turun lumayan deras dari batuan-batuan
lain. Seperti sebuah air terjun kecil yang tidak terlalu tinggi. Dan kami pun
memutuskan untuk istirahat disini. Tidak kusangka perjalanan untuk menemukan
Air Terjun Pacoban sudah menghabiskan waktu tiga jam lebih dan saat ini waktu
sudah menunjukkan pukul 11.15 WIB. Karena sudah menjelang siang kami pun
memutuskan untuk kembali, walau kecewa tapi kami cukup senang karena sudah lama
aku dan teman-teman tidak melakukan petualangan gila seperti ini.
Dalam perjalanan kembali ke tempat
awal dimana kami tiba disungai, kami mendapat masalah yang tidak diduga. Ternyata
kami tersesat dan tidak menemukan jalan masuk ke hutan pinus yang tadi kami
lewati. Diperburuk lagi kondisi teman-teman yang mulai kelaparan dan cuaca yang
mulai mendung.
“Gimana ini, sepertinya kita tadi
tidak lewat sini deh. Gimana Mas Andri kemana kita harus berjalan?” tanyaku
“Aku sendiri juga gak tahu Ag,
menurutmu gimana Dit?” melemparkan pertanyaan ke Adit.
“Udahlah kita ikuti arus sungai ini yang
turun sampai ke hilir, disana ada rumah warga nanti kita minta tolong kepada
mereka.” jawab Adit
Kami
pun mengikuti kata-kata Adit, aku yang berada didepan mencoba untuk membuka
jalan sambil berteriak minta tolong seandainya ada petani yang sedang memanen
getah pinus. Namun hasilnya adalah nihil. Ketika dalam perjalanan kembali, Mas
Hamdan mulai kehabisan stamina dan ditambah
lagi dengan kakinya yang sudah memerah sehinga membuatnya sulit untuk berjalan.
Kami memutuskan untuk beristirahat dan sementara itu aku terus berjalan untuk
melihat apakah hilirnya masih jauh atau tidak. Meski kondisiku mulai lemas,
tapi aku harus kuat karena aku yang membawa mereka ke sini jadi aku harus
bertanggung jawab atas mereka. Aku pun mulai ragu jika kami terus berjalan
turun ke hilir kami bisa sampai dirumah warga sebelum sore hari karena cuaca
yang sudah mendung. Selain itu, pasti Pak Kusen dan
yang lain mulai khawatir. Akhirnya aku kembali ke tempat teman-teman tadi
beristirahat.
“Mas Ndri, sebaiknya kita tetap mencari pintu masuk ke
hutan pinus, kita kembali ke tempat cekungan tadi dan mulai mencarinya dengan
teliti. Kalau kita terus turun sepertinya mustahil bisa sampai kerumah warga
dalam waktu singkat soalnya jalannya lebih curam, kasihan Mas Hamdan”. ucapku.
“Tapi Ag, susah lho. Tadi kan kita juga sudah mencari
ketika jalan turun tapi ya gak ketemu.” jawab Mas Andri.
“Iya
Ag, kita ikuti saja arus ini ke bawah.” sahut Adit
“Gak! Kalau kita turun kita tidak akan bisa sampai di rumah warga dalam
waktu yang singkat.” jawabku
“Oia
kita tadi kan berfoto-foto ketika sampai disungai ini, kita cari tanda-tanda
yang identik dengan foto itu. Pasti kita bisa menemukan jalan keluarnya.”
ucapku selanjutnya.
“Mas Andri yang memegang kamera dan
yang bisa melihat foto itu berjalan duluan bersama Adit mencari pintu ke hutan
pinus, aku dibelakang membantu Mas Hamdan berjalan.
“Kalau ketemu langsung teriak.”
tambahku.
Akhirnya Mas Andri dan Adit pun
mengerti posisi kami saat itu dan mereka mulai naik. Hal ini tidak
pernah aku kira sebelumnya, kami tersesat dan tidak ada suatu alat pun yang
bisa membantu kami kecuali kamera. Handphone yang kami bawa tidak memiliki signal ketika kami sampai di sungai ini.
Perjalanan yang sangat berat untuk menemukan jalan keluar dan kembali ke tempat
outbond.
Kurang lebih tiga puluh menit Mas
Andri dan Adit berjalan didepan dan mencari jalan keluar, sedangkan aku bersama
Mas Hamdan berjalan pelan-pelan sambil beristirahat karena kondisi Mas Hamdan
yang sudah semakin sulit untuk berjalan dibebatuan.
“Woi Ag, jalannya sudah ketemu!
Buruan kesini!” teriak Adit kepadaku.
“Oke!” balasku
“Ayo Mas Ham, kita sudah hampir
keluar dari sini.” ucapku kepada Mas Hamdan untuk memotivasi.
Akhirnya kami pun berhasil menemukan
pintu keluar dan masuk kembali ke hutan pinus. Segera kami berjalan cepat untuk
kembali ke tempat outbond. Sedangkan
Mas Hamdan sudah mampu berjalan lancar walaupun agak tertatih-tatih karena
kakinya yang sudah memar. Dalam perjalanan kembali ke tempat outbond, aku membuka kotak pesan hpku
karena ketika memasuki hutan pinus hpku dapat menerima signal dari provider yang aku gunakan. Dalam kotak pesan itu terdapat
dua pesa baru yang semuanya dari Wisa. Kiriman pertama dia menanyakan posisi
kami, sedangkan kiriman kedua dia memberitahu bahwa mereka telah dalam
perjalanan pulang ke Kediri. Aku membalas pesan dari Wisa dan memberitahu
teman-teman yang sekarang bersamaku.
“Woi,
teman-teman kita sudah ditinggal pulang ke Kediri. Gimana ni?” tanyaku
“Iya kah ?
Lalu kita pulang naik apa?” Mas Andri kembali bertanya
“Tenang aku
bawa kunci motor Celya, ada yang bawa kunci motor lagi gak?” jawab Adit dengan
tenangnya.
“Aku bawa kunci motor Agsa.” jawab Mas
Hamdan
“Ya udah tenang kan.” jawab Adit
Sampai di tempat parkir, kami pun mulai
bersiap untuk pulang, aku berboncengan dengan Mas Hamdan menaiki motorku,
sedangkan Adit bersama Mas Andri menaiki motor Celya. Segera kami memacu
kendaraan untuk dapat sampai di sekolah sebelum waktu Dzuhur habis karena kami
belum melaksanakan ibadah sholat Dzuhur. Ketika dalam perjalanan aku mendapat
pesan baru dari Wisa yang memberitahu agar kami mampir ke warung soto yang
menjadi langganan teman-teman didekat terminal. Tujuan kami pun berubah yang
semula ke sekolah menjadi menuju ke warung soto. Ini adalah perjalanan dan
petualangan yang benar-benar berkesan dalam hidupku mengingat sebentar lagi aku
akan meninggalkan kota tercintaku dan teman-temanku. Sebuah penutup perjalanan
yang begitu menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar