Selasa, 31 Desember 2013

Sajadah Langit Biru, Atap Timur Nusantara


“…….Melintasi awan yang bergerumbul di lapisan stratosfer dengan  bertunggangkan burung besi yang mengantarkan aku ke sebuah tanah surga, tempat dimana aku bisa memegang atap langit Timur Nusantara…..”
                Kisah ini bermula dari cerita perjalananku ke Neger Cendrawasih, tempat yang merupakan serpihan surga yang jatuh ke pangkuan Ibu Pertiwi. Perjalananku ke Negeri ini dimulai semenjak perndaratanku di Kab. Sorong, Papua Barat. Inilah kali pertama aku menginjakkan kakiku di tanah Papua. Langit yang cerah tiba-tiba menumpahkan hujannya, seolah-olah memberikan kesan haru atas kedatanganku bersama dengan tim KKN. Indahnya langit kala itu tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Begitu menyentuh hati susunan awan-awan yang tertata rapi di bentaran birunya langit Papua.
                Selama satu hari, tim KKNku akan menginap di Sorong sambil menunggu keberangkatan kapal yang akan mengantarkan kami ke lokasi KKN di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Dalam perjalanan dari bandara ke tempat penginapan di Sorong, aku melihat kehidupan masyarakat Papua secara sekilas dan ternyata kehidupan disana sudah tidak jauh berbeda dengan kondisi di Jawa. Keramaian seperti toko-toko, pasar, dan aktivitas kehidupannya sama seperti yang biasa ditemui di Jawa, hanya yang membedakan adalah kondisi keuangan yang mana disini nilai inflasinya yang cukup tinggi.
                Sampai di rumah tempat menginap dan rupanya kondisinya pun tidak jauh berbeda dengan rumah-rumah di Jawa. Rumah yang telah berdinding bata dengan berlantaikan keramik. Persis rumah-rumah yang berkembang di Jawa. Dalam benakku rupanya di Sorong tidaklah jauh tertinggal seperti yang ada dibayanganku selama ini. Dan selama semalam aku bersama tim menginap dipenginapan tersebut sambil menunggu kedatangan kapal yang akan berlabuh di pelabuhan Sorong dan berangkat ke Teluk Bintuni besuk siang.
                Keesokan harinya, sekitar pukul 11.00 WITA aku bersama tim berangkat menuju pelabuhan Sorong. Kami akan menaiki kapal untuk menuju ke Kabupaten Sorong. Waktu tempuh dari pelabuhan Sorong ke pelabuhan Teluk Bintuni kurang lebih memakan waktu 18 jam.
                Kapal pun mulai meninggalkan pelabuhan Sorong pada pukul 15.00 WITA, aku beserta sebagian tim duduk di dek lantai dua sedangkan sebagian tim lain ada yang memilih beristirahat di dek bawah. Sore itu awan menata seakan-akan ingin menumpahkan kembali air-air yang terkandung didalamnya. Saat itu aku bersama teman-teman di dek atas bercerita-cerita dan mengobrol bersama dengan para penumpang yang sebagian besar adalah masyarakat Papua. Tidak lupa kami pun juga mengabadikan momen tersebut. Canda tawa dan nyanyian mewarnai kegembiraan di kapal pada saat itu.
                Ketika kapal hampir melewati teluk dan menuju laut lepas, tanpa sengaja aku melihat seekor binatang seperti lumba-lumba dan aku pun berteriak. Sontak seluruh teman-temanku terkejut dan tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Tapi terlepas itu adalah lumba-lumba ataupun bukan aku sangat bersyukur dapat melihat keindahan alam yang dimiliki negeri ini. Selama perjalanan itu aku pun terus berpikir betapa indah dan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh negeriku ini. Ragam sukunya, ragam budayanya, dan tentunya sumber alam yang melimpah yang dimiliki negeriku ini.
                Waktu pun beranjak malam, perjalanan kami baru mencapai sepertiganya. Saat itu aku bersama teman-teman yang masih duduk-duduk di dek atas melihat adanya menara api seperti yang ada di film Lord of The Ring , “Menara Mordor” kami menyebutnya. Dan ketika kami menanyakan kepada beberapa masyarakat yang ada di kapal rupanya itu adalah menara milik penambang gas Petro China. Memang disepanjang kepulauan menuju ke Teluk Bintuni telah banyak ditemukan potensi gas alam yang melimpah dan potensi itu pun telah mulai dikuasai oleh perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang pengeboran gas alam. Sungguh disayangkan, Papua negeri yang kaya akan potensinya harus digali oleh orang-orang yang berasal dari luar. Ironis sekali jika melihat hal demikian.
                Waktu semakin larut, hujan mulai turun dengan lebat dan ombak saat itu mencapai ketinggian yang cukup menggoyangkan kapal sehingga membuat aku dan teman-temanku pusing. Akhirnya aku pun turun ke dek bawah untuk tidur dan sebagian teman-temanku tidur di kamar yang terdapat di dek atas.
                Keesokan harinya, aku bangun dan menuju ke dek atas untuk melaksanakan sholat subuh. Setelah selesai aku membangunkan teman-teman yang masih tertidur dan menuju ke anjungan kapal untuk melihat kondisi sekitar. Sesampainya dianjungan, aku melihat keindahan yang begitu luar biasa. Matahari yang bersinar mulai memunculkan wajahnya dari ufuk Timur dengan diiringi oleh hembusan angin yang sungguh menyejukkan. Inilah bukti keberadaan Allah, inilah bentuk ciptaan Allah Sang Maha Pencipta.
                Tidak hanya itu, ketika matahari telah mencapai sepenggalah, aku bersama teman-temanku melihat penampakan alam yang begitu menakjubkan. Dua buah pelangi muncul sejajar tepat dihadapan kami. Pemandangan yang sangat jarang aku dan teman-temanku temui di Jawa. Dan ketika aku memandang ke langit, tatanan awan seperti begitu dekat dan seolah-olah membuat aku dapat menyentuh langit biru yang dipenuhi dengan rona-rona awan yang begitu indah. Langit Papua, atap Timur Nusantara. Kira-kira siang hari, kapal kami telah sampai di pelabuhan Babo. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan kami untuk mencapai Teluk Bintuni tinggal setengah jalan.

                Dan selama perjalanan dari pelabuhan Babo ke pelabuhan Bintuni, aku pun menghabiskan diri dengan menikmati pemandangan alam dari anjungan depan kapal. Sungguh menyenangkan, angin yang berhembus dan suasana laut yang damai memberikan kesejukan yang membuat hati ini menjadi senang. Aku bersama teman-teman pun menghabiskan waktu dengan berfoto-foto. Dan tidak terasa rupanya kami sudah dekat dengan pelabuhan Bintuni. Akhir perjalanan yang panjang mengarungi lautan Papua telah mencapai puncaknya, kini saatnya bongkar muat barang di pelabuhan Bintuni dan berangkat menuju penginapan sementara di Kabupaten Teluk Bintuni. Selanjutnya, perjalanan mengarungi sungai-sungai di Kabupaten Teluk Bintuni pun akan menyusul di cerita yang lain…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Perjalanan Pasti Akan Berakhir

Aku tidak tahu kapan aku memulainya karena dengan demikian aku berharap tidak akan pernah ada akhirnya. Deburan ombak dan hembusan angin s...