“…….Melintasi
awan yang bergerumbul di lapisan stratosfer dengan bertunggangkan burung besi yang mengantarkan
aku ke sebuah tanah surga, tempat dimana aku bisa memegang atap langit Timur
Nusantara…..”
Kisah
ini bermula dari cerita perjalananku ke Neger Cendrawasih, tempat yang
merupakan serpihan surga yang jatuh ke pangkuan Ibu Pertiwi. Perjalananku ke
Negeri ini dimulai semenjak perndaratanku di Kab. Sorong, Papua Barat. Inilah
kali pertama aku menginjakkan kakiku di tanah Papua. Langit yang cerah
tiba-tiba menumpahkan hujannya, seolah-olah memberikan kesan haru atas
kedatanganku bersama dengan tim KKN. Indahnya langit kala itu tak dapat
kulukiskan dengan kata-kata. Begitu menyentuh hati susunan awan-awan yang
tertata rapi di bentaran birunya langit Papua.
Selama
satu hari, tim KKNku akan menginap di Sorong sambil menunggu keberangkatan
kapal yang akan mengantarkan kami ke lokasi KKN di Kabupaten Teluk Bintuni,
Papua Barat. Dalam perjalanan dari bandara ke tempat penginapan di Sorong, aku
melihat kehidupan masyarakat Papua secara sekilas dan ternyata kehidupan disana
sudah tidak jauh berbeda dengan kondisi di Jawa. Keramaian seperti toko-toko,
pasar, dan aktivitas kehidupannya sama seperti yang biasa ditemui di Jawa,
hanya yang membedakan adalah kondisi keuangan yang mana disini nilai inflasinya
yang cukup tinggi.
Sampai
di rumah tempat menginap dan rupanya kondisinya pun tidak jauh berbeda dengan
rumah-rumah di Jawa. Rumah yang telah berdinding bata dengan berlantaikan
keramik. Persis rumah-rumah yang berkembang di Jawa. Dalam benakku rupanya di
Sorong tidaklah jauh tertinggal seperti yang ada dibayanganku selama ini. Dan
selama semalam aku bersama tim menginap dipenginapan tersebut sambil menunggu
kedatangan kapal yang akan berlabuh di pelabuhan Sorong dan berangkat ke Teluk
Bintuni besuk siang.
Keesokan
harinya, sekitar pukul 11.00 WITA aku bersama tim berangkat menuju pelabuhan
Sorong. Kami akan menaiki kapal untuk menuju ke Kabupaten Sorong. Waktu tempuh
dari pelabuhan Sorong ke pelabuhan Teluk Bintuni kurang lebih memakan waktu 18
jam.
Kapal
pun mulai meninggalkan pelabuhan Sorong pada pukul 15.00 WITA, aku beserta
sebagian tim duduk di dek lantai dua sedangkan sebagian tim lain ada yang
memilih beristirahat di dek bawah. Sore itu awan menata seakan-akan ingin
menumpahkan kembali air-air yang terkandung didalamnya. Saat itu aku bersama
teman-teman di dek atas bercerita-cerita dan mengobrol bersama dengan para
penumpang yang sebagian besar adalah masyarakat Papua. Tidak lupa kami pun juga
mengabadikan momen tersebut. Canda tawa dan nyanyian mewarnai kegembiraan di
kapal pada saat itu.
Ketika
kapal hampir melewati teluk dan menuju laut lepas, tanpa sengaja aku melihat
seekor binatang seperti lumba-lumba dan aku pun berteriak. Sontak seluruh
teman-temanku terkejut dan tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Tapi
terlepas itu adalah lumba-lumba ataupun bukan aku sangat bersyukur dapat
melihat keindahan alam yang dimiliki negeri ini. Selama perjalanan itu aku pun
terus berpikir betapa indah dan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh negeriku
ini. Ragam sukunya, ragam budayanya, dan tentunya sumber alam yang melimpah
yang dimiliki negeriku ini.
Waktu
pun beranjak malam, perjalanan kami baru mencapai sepertiganya. Saat itu aku
bersama teman-teman yang masih duduk-duduk di dek atas melihat adanya menara
api seperti yang ada di film Lord of The
Ring , “Menara Mordor” kami menyebutnya. Dan ketika kami menanyakan kepada
beberapa masyarakat yang ada di kapal rupanya itu adalah menara milik penambang
gas Petro China. Memang disepanjang kepulauan menuju ke Teluk Bintuni telah
banyak ditemukan potensi gas alam yang melimpah dan potensi itu pun telah mulai
dikuasai oleh perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang
pengeboran gas alam. Sungguh disayangkan, Papua negeri yang kaya akan
potensinya harus digali oleh orang-orang yang berasal dari luar. Ironis sekali
jika melihat hal demikian.
Waktu
semakin larut, hujan mulai turun dengan lebat dan ombak saat itu mencapai
ketinggian yang cukup menggoyangkan kapal sehingga membuat aku dan
teman-temanku pusing. Akhirnya aku pun turun ke dek bawah untuk tidur dan
sebagian teman-temanku tidur di kamar yang terdapat di dek atas.
Keesokan
harinya, aku bangun dan menuju ke dek atas untuk melaksanakan sholat subuh.
Setelah selesai aku membangunkan teman-teman yang masih tertidur dan menuju ke
anjungan kapal untuk melihat kondisi sekitar. Sesampainya dianjungan, aku
melihat keindahan yang begitu luar biasa. Matahari yang bersinar mulai
memunculkan wajahnya dari ufuk Timur dengan diiringi oleh hembusan angin yang
sungguh menyejukkan. Inilah bukti keberadaan Allah, inilah bentuk ciptaan Allah
Sang Maha Pencipta.
Tidak
hanya itu, ketika matahari telah mencapai sepenggalah, aku bersama
teman-temanku melihat penampakan alam yang begitu menakjubkan. Dua buah pelangi
muncul sejajar tepat dihadapan kami. Pemandangan yang sangat jarang aku dan
teman-temanku temui di Jawa. Dan ketika aku memandang ke langit, tatanan awan
seperti begitu dekat dan seolah-olah membuat aku dapat menyentuh langit biru
yang dipenuhi dengan rona-rona awan yang begitu indah. Langit Papua, atap Timur
Nusantara. Kira-kira siang hari, kapal kami telah sampai di pelabuhan Babo.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan kami untuk mencapai Teluk
Bintuni tinggal setengah jalan.
Dan
selama perjalanan dari pelabuhan Babo ke pelabuhan Bintuni, aku pun
menghabiskan diri dengan menikmati pemandangan alam dari anjungan depan kapal.
Sungguh menyenangkan, angin yang berhembus dan suasana laut yang damai
memberikan kesejukan yang membuat hati ini menjadi senang. Aku bersama
teman-teman pun menghabiskan waktu dengan berfoto-foto. Dan tidak terasa
rupanya kami sudah dekat dengan pelabuhan Bintuni. Akhir perjalanan yang
panjang mengarungi lautan Papua telah mencapai puncaknya, kini saatnya bongkar
muat barang di pelabuhan Bintuni dan berangkat menuju penginapan sementara di
Kabupaten Teluk Bintuni. Selanjutnya, perjalanan mengarungi sungai-sungai di
Kabupaten Teluk Bintuni pun akan menyusul di cerita yang lain…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar