Kamis, 05 Desember 2013

Rain to West, The Destination Which Unforgettable

                
Sabtu, 16 November 2013 merupakan awal dari langkah perjalanan yang aku lakukan. Dengan niat berangkat pagi agar dapat melakukan wisata atau bisa dikatakan jalan-jalan di kota Semarang rupanya harus ditunda. Sepertinya Allah swt memiliki rencana lain untukku sehingga aku pun harus bertahan lebih lama di kos untuk menunggu hujan reda karena pagi itu hujan terus mengguyur kota ukir. Pukul 11.00 hujan masih saja mengguyu kota Jepara dengan intensitas yang cukup lebat. Akhirnya aku pun memutuskan untuk berangkat ke Semarang setelah melaksanakan sholat dzuhur dengan harapan hujan sudah mulai reda. Adzan pun telah berkumandang dan segera aku laksanakan sholat dzuhur untuk bermunajat kepada Rabbku. Namun, harapan yang telah aku panjatkan sepertinya harus ditunda. Mungkin Allah swt ingin aku lebih bersyukur terhadap berkah hujan yang telah Dia berikan untuk masyarakat Kota Jepara. Meskipun demikian, tekadku untuk berangkat ke Semarang tidaklah runtuh. Aku beranikan diri menembus hujan dan melakukan perjalanan ke Semarang dengan menggunakan sepeda motorku.
                Ini adalah perjalanan jauh pertamaku ke kota orang yang tidak aku kenal dan tidak memiliki tempat tujuan selain stasiun kereta api dalam keadaan hujan. Dengan berbekal kehati-hatian dari pengalaman yang lalu, aku melintasi jalanan Kota Jepara – Demak – Semarang. Pengalaman yang mengesankan dan menarik, itulah yang aku rasakan.
                Sekitar pukul dua siang rupanya aku telah sampai di Kota Semarang. Masih ada banyak waktu yang bisa dihabiskan di kota ini karena kereta yang akan aku naikki untuk menuju ke Jakarta berangkat pada pukul 19.00. Akhirnya aku pun menuju ke warung makan didekat stasiun untuk istirahat dan menghangatkan diri dengan makan siang. Selesai menyantap makan siang aku lanjutkan perjalanan menuju ke Masjid Agung Kota Semarang karena waktu sudah masuk ibadah sholat Ashar.
                Untungnya perjalanan dari Stasiun Poncol ke Masjid Agung Kota Semarang sudah cukup hafal karena pernah diantar oleh sahabatku Rizki saat mampir ke Semarang minggu lalu sebelum berangkat ke Jepara. Langsung saja aku menuju ke Masjid Agung untuk istirahat, membersihkan diri dan beribadah.
                Sampai di Masjid Agung, aku melihat ada tenda-tenda berdiri di simpang lima, ada apa gerangan disana. Itulah pertanyaan yang ada di hatiku. Akhirnya aku memutuskan untuk mampir setelah selesai melakukan kewajiban-kewajibanku di Masjid Agung Kota Semarang.
                Mandi sudah, sholat sudah, dan sekarang waktunya istirahat sambil menghubungi teman-teman yang juga akan berangkat ke Jakarta dari Stasiun Lempuyangan Yogyakarta dan teman-teman yang lain untuk mengetahui keadaan dan kapan mereka akan sampai di Jakarta. Setelah mengetahui kondisi teman-teman dan dirasa telah cukup istirahat akhirnya aku menuju ke simpang lima untuk mengetahui ada apa sebenarnya disana.
                Sesampainya di simpang lima, rupanya aku baru tahu bahwa tenda-tenda yang berdiri rupanya adalah stand-stand dari berbagai kecamatan di Kota Semarang yang sedang memamerkan hasil karya daerahnya dalam acara Bazar UMKM 2013. Menarik, seperti halnya sekaten di Yogya. Aku pun memutuskan untuk berkeliling sambil menghabiskan waktu untuk keberangkatanku ke Jakarta. Barangkali ada barang yang sedang aku cari sehingga bisa aku beli disini.
                Sambil berkomunikasi dengan teman yang sedang ada di Kamojang, aku pun berkeliling ke stand-stand bazar tersebut. Dan ternyata memang ada, yakni stand jam tangan. Setelah melihat-lihat dan menanyakan tentang harga, ada keinginan untuk membeli sebuah jam tangan. Mumpung harganya cukup murah. Namun, setelah dilihat baik-baik lagi jam yang ingin aku beli rupanya tidak sebanding untuk harga dan kualitas jam tangan tersebut. Akhirnya aku pun tidak jadi membeli jam tangan dan kembali melihat-lihat stand UMKM yang ada.
                Ada lagi stand yang menarik perhatianku, yakni stand yang menjajakan makanan-makanan ringan. Bukan makanannya yang membuatku tertarik untuk mampir ke stand tersebut dan mengincipi makanan disana. Namun nama makanannya yang lucu dan seru, namanya adalah “Kue Tawa”. Secara fisik makanan tersebut memang seperti wajah orang tertawa karena dibuat seperti berbentuk kepala dengan bibir yang tertawa. Setelah mengincipi beberapa sampel makanan, aku pun lanjut berkeliling lagi. Banyak hal yang menarik dari pameran ini, seperti adanya stand salah satu perusahaan rokok yang berada di tengah-tengah halaman dengan warna mencolok sehingga cukup menarik perhatian pengunjung. Sayangna di pintu masuk ada tulisan “Hanya yang beriusia 18+ boleh masuk stand”. Lalu ada bapak-bapak yang memamerkan hasil karya lukisan dari kulit pohon pisang yang sudah tua. Hasilnya menakjubkan, hanya dengan degradasi warna tua dari kulit pohon bapak tersebut bisa menghasilkan sebuah lukisan yang luar biasa. Selain itu juga ada hasil karya dari ibu-ibu yang menjual vas bunga yang dibuat dari kertas koran bekas yang dipilin dan dibuat bentuk vas. Dan ternyata vas tersebut dijual dan harganya juga lumayan bersaing juga. Dalam hati aku pun berpikir, kalau dulu di racana Mbak Tutut pernah mengajak membuat yang kayak gitu tapi ga ada niatan untuk dijual, mungkin jika terus dilanjutkkan bisa jadi penghasilan buat racana.
                Tanpa sadar rupanya aku sudah menghabiskan waktu kurang lebih satu jam berkeliling bazar dan rupanya ada pesan masuk dari temanku. Sebelum meninggalkan bazar aku pun menanyakan kepada temanku mau dibawakan oleh-oleh apa dari Semarang untuk di Jakarta nanti. Dia meminta dibawakan makanan saja biar bisa di makan rame-rame nantinya. Permintaan dia mengingatkanku pada kue tawa yang tadi aku lewati. Akhirnya aku kembali dan membeli kue tawa tersebut dan sebuah kue brownies coklat untuk dia.
                Pukul lima lebih, oleh-oleh sudah dapat jadi sekarang waktunya meninggalkan simpang lima dan meluncur ke stasiun poncol. Sesampainya disana aku langsung menuju mushola  untuk bersiap sholat Magrib dan menjamak sholat Isya’. Selesai, aku langsung naik kereta Tawang Jaya dan mencari tempat duduk di gerbong satu sesuai dengan nomor yang ada di tiketku. Jam 19.00 kereta pun berangkat dan aku akhiri petualanganku di Semarang dengan senang karena aku menyadari mungkin inilah yang ingin Allah swt tunjukkan padaku. Aku berniat jalan-jalan di Kota Semarang dan Allah swt mengabulkannya dengan memberikan waktu kepadaku untuk bisa mengunjungi stand bazar UMKM yang dihadiri oleh sebagian besar kecamatan yang ada di Semarang. Serasa telah mengelilingi Kota Semarang hanya dalam waktu sehari sekaligus merasakan dan mengetahui produk unggulan dari masing-masing kecamatan di Kota Semarang.
                Tidak hanya itu, selama dalam perjalanan pun aku juga mendapatkan suatu pelajaran yang menarik. Tepat didepan tempatku duduk ada sepasang orang tua yang kelihatannya sudah berumur diatas 40 tahun. Mereka berdua hendak menuju ke Bekasi mengunjungi sanak saudara disana. Aku tahu saat itu sudah malam dan dengan kondisi kursi tegap yang dimiliki kereta ekonomi membuat usaha untuk istirahat menjadi semakin sulit. Aku yang sudah merasa capek berusaha untuk beristirahat dengan kondisi seadanya. Setelah mendapatkan posisi yang tepat, aku pun perlahan mulai memejamkan mata. Tapi sebelum itu aku coba melemparkan pandanganku kepada kedua orang tua tersebut dan aku pun cukup dibuat iri oleh mereka. Karena sang Bapak dengan sabar merelakan bahu dan pahanya digunakan sebagai sandaran untuk tidur sang Ibu. Padahal sang Bapak hanya bisa duduk tegap seperti tentara-tentara ketika menghadiri upacara militer di ruang tertutup. Senang bisa melihat hal tersebut, setelah itu pun aku memejamkan mata. Satu jam berikutnya aku terbangun, memang kebiasaan bagiku jika sedang dalam perjalanan jauh aku selalu terbangun tiap jamnya. Aku pun melihat kembali ke kedua orang tua tersebut, dan sekali lagi aku melihat sang Bapak dengan mata tetap terjaga menjadi sandaran bagi sang Ibu. Aku mulai berpikir, apakah Bapak tersebut tidak capek. Dia terus duduk tegap dan dengan ikhlas menjadi semacam bantal bagi istrinya.

                Dan tiap kali aku terbangun, kondisi serupa selalu aku lihat saat pandangan mataku aku tujukan kepada kedua orang tua tersebut. Aku pun salut kepada sang Bapak yang sampai di Stasiun Bekasi masih tetap duduk tegap tanpa kenal lelah dengan mata yang selalu terjaga. Akhirnya mereka pun turun di Stasiun Bekasi. Aku pun mulai berpikir, mungkin juga sebuah pelajaran bagiku bahwa menjadi seorang laki-laki harus bisa melindungi orang yang ada disekitarnya khususnya orang-orang yang dicintainya dan siap jika harus merelakan tubuhnya demi kepentingan orang-orang tersebut. Aku pun bersyukur karena mendapatkan pelajaran yang berharga selama perjalananku dari Jepara – Semarang – Jakarta. Terima kasih kepada Allah swt yang telah membukakan mata hatiku dan memberikan pelajaran hidup yang mungkin tidak akan bisa aku dapatkan dari sebuah bangku di ruang kelas. Dan pukul tiga dini hari kereta telah sampai di Stasiun Pasar Senen. Kini petualangan akademisku selama 6 hari di Jakarta pun dimulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Perjalanan Pasti Akan Berakhir

Aku tidak tahu kapan aku memulainya karena dengan demikian aku berharap tidak akan pernah ada akhirnya. Deburan ombak dan hembusan angin s...