Pagi ini
aku berniat untuk membersihkan kamar kos yang dalam beberapa minggu ke depan
akan mulai aku tinggalkan. Niatan tersebut sudah aku rencanakan jauh-jauh hari
karena waktu untuk menempati kamar tersebut hanya tinggal menghitung hari
sebelum akhirnya ada layangan surat dari pemilik kos bahwa aku harus membayar
tagihan jika ingin tetap melanjutkan bersinggah disana.
Bulan
Februari merupakan bulan terakhir yang aku rencanakan untuk tetap berada di
Yogyakarta. Apapun yang nantinya Allah takdirkan pada aku, apakah akan kembali
hijrah ke Barat ataukah kembali untuk memperdalam ilmu dan memperbaiki diri ke
kampung halaman, hanyalah Allah yang mengetahui. Sesungguhnya manusia hanyalah mampu merencanakan sedangkan Allahlah
yang menentukan.
Yah,
bulan Februari aku memang harus hijrah karena kondisi finansial yang sudah
tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan aku jika aku tetap memaksakan tinggal di
Yogyakarta. Disamping itu, sudah tidak adanya tanggung jawab yang lebih penting
yang membuat aku untuk tetap berada di Yogyakarta, sehingga keputusan untuk
segera meninggalkan Yogyakarta aku rasa merupakan sebuah keputusan yang cukup
tepat.
Kegiatan
merapikan barang-barang pun mulai aku lakukan setelah mencuci beberapa pakaian
kotor yang habis aku gunakan dalam bepergian jauh. Tidak hanya merapikan
barang-barang di kamar, dalam waktu yang bersamaan aku juga melakukan maintenance notebook dengan menggunakan software
yang ada. Hal ini sudah menjadi kebiasaan aku agar peforma laptop aku tetap
terjaga untuk menghadapi kinerja-kinerja yang kadangkalanya harus aku forsir
untuk mengerjakan tugas yang sangat berat.
Menjelang
siang hari, barang-barang yang nantinya akan aku kirim kembali ke kampung sudah
tertata rapi, tinggal menyisakan barang sehari-hari dan beberapa dokumen
penting yang akan aku tata menjelang kepergian nanti. Merasa tubuh kotor karena
debu, aku pun memutuskan untuk mandi dan mengambil air wudhu untuk menunaikan
ibadah sunnah, mumpung matahari masih belum sampai pada titik puncaknya dan
sedikit tergelincir ke arah Barat.
Selesai
beribadah, aku melihat hasil maintenance
notebook aku, rupanya kebetulan sudah
selesai juga. Akhirnya sambil menunggu waktu matahari untuk sedikit tergelincir
ke arah Barat, aku membuka-buka beberapa file
di dalam notebook, barangkali ada
yang perlu aku rapikan. Ketika membuka, entah kenapa aku terbersit untuk
merapikan file-file di dalam folder pramuka yang memang cukup
berantakan karena berisikan file
semacam surat-surat keputusan. Satu per satu aku membuka file-file tersebut dan menemukan sebuah file dengan judul yang cukup aneh, ‘jejak sejarah’. Karena penasaran, akhirnya aku pun membuka file tersebut. Isi dari file tersebut rupanya sebuah riwayat
hidup seseorang yang bernama Ahmad Akbar. Sambil aku coba mengingat orang
dengan nama tersebut, aku membaca sedikit demi sedikit tulisan tersebut, hingga
mata aku terfokus pada sebuah cerita yang dituliskan di paragraf terakhir
daftar riwayat hidup beliau.
“.......aku
belajar di IPB karena melihat perkembangan pendidikan di wilayah dekat ibukota.
Aku ingin mengetahui dan memperbesar wawasan pendidikan. Tidak hanya berkutat
di kultur jawa (jatim+jateng) tp juga jabar. Tapi motivasi yg hadir tidak hanya
itu. Dulu ada kakak kelas kita,namanya Akh Willy, TI ITS 2002. Beliau bilang
bahwa, di Indonesia hanya ada 2 PTN yg kehidupannya seperti pesantren. ITS dan
IPB. Aku dulu mau masuk ITS jurusan TI, tapi gradenya berat dan ada di jatim.
Makanya aku pilih di IPB saja, jur. Ilmu komputer.
Aku niat ke IPB bukan utk kuliah, tapi untuk belajar Islam, hijrah, dan bekerja. Alhamdulillah masih diakung Allah dengan tetap kuliah di IPB dari hasil pertarungan di SPMB dulu. smg itu cukup menjawab ya akh agung.
Aku niat ke IPB bukan utk kuliah, tapi untuk belajar Islam, hijrah, dan bekerja. Alhamdulillah masih diakung Allah dengan tetap kuliah di IPB dari hasil pertarungan di SPMB dulu. smg itu cukup menjawab ya akh agung.
Kuliah bukan hanya utk dpt gelar, tapi utk membuka mata dan hati kita atas globalnya dunia ini. Tidak hanya membutuhkan intelektual yang menyala, tapi juga hati yg hidup. Smga Allah SWT membimbing kita semua.......”
Sontak
cerita tersebut memngingatkan aku pada seseorang yang menjadi figur pada saat aku
pertama kali masuk ke SMA. Sesosok orang yang ingin aku tiru dan bisa melebihi
beliau dalam prestasi dan akhlak. Ya, sapaan akrab beliau adalah Kak Akbar.
Seorang pemuda yang memiliki energi positif yang sangat besar dan mampu
memberikan motivasi pada kaum muda yang ada disekitarnya sehingga dapat
mengikuti apa yang menjadi tujuan beliau. Itulah pandanganku terhadap beliau saat
pertama kali kami berjumpa. Beliau sangat dikagumi di sekolah, tiap kali
mendengar cerita dari kakak angkatan di SMA yang mengenal beliau, tak bisa
terbayangkan olehku bagaimana akhlak dan gerak juangnya pada masa-masa beliau
di sekolah. Beliau adalah seorang figur yang benar-benar ingin aku jadikan
contoh di dunia saat itu, selain Rasulullah saw.
Yah cerita
yang beliau tuliskan di akhir daftar riwayat hidup beliau merupakan sebuah
cerita yang beliau sampaikan kepadaku karena sebuah pertanyaanku kepada beliau
waktu itu, yaitu “Apa tujuan kakak kuliah
di IPB?” Ya, sebuah pertanyaan yang sering kali ditanyakan oleh anak-anak
yang merasa gundah ketika selesai masa sekolah di SMA dan ingin mencari tahu
tujuan dari apa yang ingin dikejar sesungguhnya. Dan ketika sekarang ini, saat aku
membaca kembali cerita tersebut, ada perasaan sedih dan malu pada diriku
sendiri.
Hal ini
karena aku perlahan mulai melupakan tujuan awal yang membuat aku dapat
menginjakkan kaki di kampus kerakyatan tempat dimana aku memilih untuk menimba
ilmu. Jika mengingat kembali masa itu, banyak hal yang ingin aku capai dan
berusaha untuk bisa melebihi dari apa yang kakak-kakak tingkatku bisa raih,
khususnya oleh Kak Akbar. Namun, melihat diriku yang sekarang aku merasa bahwa
apa yang aku lakukan tidak mampu melibihi Kak Akbar. Aku benar-benar telah
terjurumus dalam sebuah wadah gelap yang membuat aku berpikir bahwa apa yang
aku lakukan sudah tepat. Namun kenyataannya, apa yang aku lakukan sudah jauh
dari apa yang aku harapkan.
Mungkin inilah
kehendak Allah swt. mengingatkan kembali apa yang menjadi tujuan aku untuk
hidup dan berada di kampus ini dulunya. Membaca cerita ini mungkin merupakan
salah satu kehendak-Nya untuk dapat membangkitkan kembali semangat dan
optimisme aku, karena memang dalam beberapa hari ini aku merasakan kegelisahan
yang tidak jelas dan merasa kebingungan terhadap langkah yang harus aku ambil.
Puji syukur alhamdulillah bahwa sesungguhnya masih ada orang-orang yang
berkenan untuk menolong seorang saudaranya dan begitulah cara Allah menolong
hamba-Nya yang dalam kesulitan. Alhamdulillah hirobbil alamiin, dan terima
kasih juga kepada beliau Akhi Akbar atas cerita dan pesan yang disampaikan
kepada aku. Barakallah yaa Akhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar