Selasa, 20 Januari 2015

A Question that I Asked to Him



            Pagi ini aku berniat untuk membersihkan kamar kos yang dalam beberapa minggu ke depan akan mulai aku tinggalkan. Niatan tersebut sudah aku rencanakan jauh-jauh hari karena waktu untuk menempati kamar tersebut hanya tinggal menghitung hari sebelum akhirnya ada layangan surat dari pemilik kos bahwa aku harus membayar tagihan jika ingin tetap melanjutkan bersinggah disana.
            Bulan Februari merupakan bulan terakhir yang aku rencanakan untuk tetap berada di Yogyakarta. Apapun yang nantinya Allah takdirkan pada aku, apakah akan kembali hijrah ke Barat ataukah kembali untuk memperdalam ilmu dan memperbaiki diri ke kampung halaman, hanyalah Allah yang mengetahui. Sesungguhnya manusia hanyalah mampu merencanakan sedangkan Allahlah yang menentukan.
            Yah, bulan Februari aku memang harus hijrah karena kondisi finansial yang sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan aku jika aku tetap memaksakan tinggal di Yogyakarta. Disamping itu, sudah tidak adanya tanggung jawab yang lebih penting yang membuat aku untuk tetap berada di Yogyakarta, sehingga keputusan untuk segera meninggalkan Yogyakarta aku rasa merupakan sebuah keputusan yang cukup tepat.
            Kegiatan merapikan barang-barang pun mulai aku lakukan setelah mencuci beberapa pakaian kotor yang habis aku gunakan dalam bepergian jauh. Tidak hanya merapikan barang-barang di kamar, dalam waktu yang bersamaan aku juga melakukan maintenance notebook dengan menggunakan software yang ada. Hal ini sudah menjadi kebiasaan aku agar peforma laptop aku tetap terjaga untuk menghadapi kinerja-kinerja yang kadangkalanya harus aku forsir untuk mengerjakan tugas yang sangat berat.
            Menjelang siang hari, barang-barang yang nantinya akan aku kirim kembali ke kampung sudah tertata rapi, tinggal menyisakan barang sehari-hari dan beberapa dokumen penting yang akan aku tata menjelang kepergian nanti. Merasa tubuh kotor karena debu, aku pun memutuskan untuk mandi dan mengambil air wudhu untuk menunaikan ibadah sunnah, mumpung matahari masih belum sampai pada titik puncaknya dan sedikit tergelincir ke arah Barat.
            Selesai beribadah, aku melihat hasil maintenance notebook aku, rupanya kebetulan sudah selesai juga. Akhirnya sambil menunggu waktu matahari untuk sedikit tergelincir ke arah Barat, aku membuka-buka beberapa file di dalam notebook, barangkali ada yang perlu aku rapikan. Ketika membuka, entah kenapa aku terbersit untuk merapikan file-file di dalam folder pramuka yang memang cukup berantakan karena berisikan file semacam surat-surat keputusan. Satu per satu aku membuka file-file tersebut dan menemukan sebuah file dengan judul yang cukup aneh, ‘jejak sejarah’. Karena penasaran, akhirnya aku pun membuka file tersebut. Isi dari file tersebut rupanya sebuah riwayat hidup seseorang yang bernama Ahmad Akbar. Sambil aku coba mengingat orang dengan nama tersebut, aku membaca sedikit demi sedikit tulisan tersebut, hingga mata aku terfokus pada sebuah cerita yang dituliskan di paragraf terakhir daftar riwayat hidup beliau.

“.......aku belajar di IPB karena melihat perkembangan pendidikan di wilayah dekat ibukota. Aku ingin mengetahui dan memperbesar wawasan pendidikan. Tidak hanya berkutat di kultur jawa (jatim+jateng) tp juga jabar. Tapi motivasi yg hadir tidak hanya itu. Dulu ada kakak kelas kita,namanya Akh Willy, TI ITS 2002. Beliau bilang bahwa, di Indonesia hanya ada 2 PTN yg kehidupannya seperti pesantren. ITS dan IPB. Aku dulu mau masuk ITS jurusan TI, tapi gradenya berat dan ada di jatim. Makanya aku pilih di IPB saja, jur. Ilmu komputer.

Aku niat ke IPB bukan utk kuliah, tapi untuk belajar Islam, hijrah, dan bekerja. Alhamdulillah masih diakung Allah dengan tetap kuliah di IPB dari hasil pertarungan di SPMB dulu. smg itu cukup menjawab ya akh agung.

Kuliah bukan hanya utk dpt gelar, tapi utk membuka mata dan hati kita atas globalnya dunia ini. Tidak hanya membutuhkan intelektual yang menyala, tapi juga hati yg hidup. Smga Allah SWT membimbing kita semua.......”

            Sontak cerita tersebut memngingatkan aku pada seseorang yang menjadi figur pada saat aku pertama kali masuk ke SMA. Sesosok orang yang ingin aku tiru dan bisa melebihi beliau dalam prestasi dan akhlak. Ya, sapaan akrab beliau adalah Kak Akbar. Seorang pemuda yang memiliki energi positif yang sangat besar dan mampu memberikan motivasi pada kaum muda yang ada disekitarnya sehingga dapat mengikuti apa yang menjadi tujuan beliau. Itulah pandanganku terhadap beliau saat pertama kali kami berjumpa. Beliau sangat dikagumi di sekolah, tiap kali mendengar cerita dari kakak angkatan di SMA yang mengenal beliau, tak bisa terbayangkan olehku bagaimana akhlak dan gerak juangnya pada masa-masa beliau di sekolah. Beliau adalah seorang figur yang benar-benar ingin aku jadikan contoh di dunia saat itu, selain Rasulullah saw.
            Yah cerita yang beliau tuliskan di akhir daftar riwayat hidup beliau merupakan sebuah cerita yang beliau sampaikan kepadaku karena sebuah pertanyaanku kepada beliau waktu itu, yaitu “Apa tujuan kakak kuliah di IPB?” Ya, sebuah pertanyaan yang sering kali ditanyakan oleh anak-anak yang merasa gundah ketika selesai masa sekolah di SMA dan ingin mencari tahu tujuan dari apa yang ingin dikejar sesungguhnya. Dan ketika sekarang ini, saat aku membaca kembali cerita tersebut, ada perasaan sedih dan malu pada diriku sendiri.
            Hal ini karena aku perlahan mulai melupakan tujuan awal yang membuat aku dapat menginjakkan kaki di kampus kerakyatan tempat dimana aku memilih untuk menimba ilmu. Jika mengingat kembali masa itu, banyak hal yang ingin aku capai dan berusaha untuk bisa melebihi dari apa yang kakak-kakak tingkatku bisa raih, khususnya oleh Kak Akbar. Namun, melihat diriku yang sekarang aku merasa bahwa apa yang aku lakukan tidak mampu melibihi Kak Akbar. Aku benar-benar telah terjurumus dalam sebuah wadah gelap yang membuat aku berpikir bahwa apa yang aku lakukan sudah tepat. Namun kenyataannya, apa yang aku lakukan sudah jauh dari apa yang aku harapkan.
            Mungkin inilah kehendak Allah swt. mengingatkan kembali apa yang menjadi tujuan aku untuk hidup dan berada di kampus ini dulunya. Membaca cerita ini mungkin merupakan salah satu kehendak-Nya untuk dapat membangkitkan kembali semangat dan optimisme aku, karena memang dalam beberapa hari ini aku merasakan kegelisahan yang tidak jelas dan merasa kebingungan terhadap langkah yang harus aku ambil. Puji syukur alhamdulillah bahwa sesungguhnya masih ada orang-orang yang berkenan untuk menolong seorang saudaranya dan begitulah cara Allah menolong hamba-Nya yang dalam kesulitan. Alhamdulillah hirobbil alamiin, dan terima kasih juga kepada beliau Akhi Akbar atas cerita dan pesan yang disampaikan kepada aku. Barakallah yaa Akhi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Perjalanan Pasti Akan Berakhir

Aku tidak tahu kapan aku memulainya karena dengan demikian aku berharap tidak akan pernah ada akhirnya. Deburan ombak dan hembusan angin s...