Kamis, 20 September 2018

Atas Izin Allah, Janji itu Sudah Kami Penuhi. Wahai Ayahanda

"Ayahanda, meskipun engkau sekarang tidak ada bersama kami namun engkau selalu ada didalam hati kami"

Teringat akan peristiwa menyedihkan di Bulan Mei Tahun 2015. Tepat setahun setelah wisudaku, aku menemani hari terakhir ayahandaku tersayang dalam pembaringannya di rumah sakit akibat penyakit kanker paru-paru yang diderita beliau. Pada malam itu aku terus melantunkan ayat-ayat suci dari Al Qur'an khususnya Surah Yasin dan Juz Amma' memohon kepada Sang Khalik agar ayahandaku dapat diberikan mukjizat agar bisa kembali sehat, karena dokter sudah memvonis ayahanda tidak bisa sehat dan hanya tinggal menunggu waktu hingga ajal menjemputnya. Keesokan harinya ketika aku berganti dengan ibu dan kakakku untuk menjaga ayahanda, aku pulang dan beristirahat. Sekitar pukul 10 pagi, aku terbangun karena mimpi ayahanda mengeluarkan darah dari tangannya. Segera aku menghubungi kakakku yang sedang ada di rumah sakit bertanya tentang kondisi ayah. Awalnya kakak menjawab tidak ada apa-apa, kondisinya masih kritis belum berubah. Namun berselang beberapa menit, kakak mengabari lagi bahwa ayahanda telah tiada. Sontak aku menangis dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Singkat cerita setelah prosesi pemakaman, ibu bercerita bahwa ayahanda menghembuskan nafas terakhir setelah mendengar ibu berjanji bahwa akan menyekolahkan Sari (adik bungsuku) hingga sekolah tinggi (D3/S1).

Semenjak kejadian saat itu, aku pun menutup keinginanku untuk mengejar sekolah S2ku. Aku pun lebih fokus untuk mencari pekerjaan yang halal untuk membantu kehidupan ibu dan memenuhi janji ibu kepada ayahanda untuk menyekolahkan adikku, Sari. Upaya untuk tetap istikhomah dalam membiayai adikku bersekolah bisa dikatakan sangat berat. Terkadang godaan untuk kembali ingin mengejar S2 ataupun ingin menyempurnakan agama selalu menghadap didepan, namun janji kepada ayahanda dan sebagai laki-laki seorang diri di keluarga menjadi pengingat bahwa menuntaskan pendidikan adik yang lebih utama.

Bisa dikatakan, almarhum ayahanda sangatlah bangga terhadap anak-anaknya terutama kakak dan aku. Bisa dikatakan kakak dan aku selalu berprestasi sejak masuk sekolah dari SD hingga SMA. Hanya saja jalan pendidikan yang kakak dan aku jalani berbeda, walaupun demikian kami bersyukur bisa menjalani pendidikan di sekolah tinggi dan menyelesaikan pendidikan tersebut tepat waktu dengan kondisi finansial keluarga yang pas-pasan. Ayah pensiun dari perusahaan tepat satu/dua bulan sebelum aku wisuda di tahun 2014. 

Hal ini berbeda dengan adikku, Sari. Sejak kecil adikku kurang bisa berprestasi seperti kakakku dan aku. Perjalanan pendidikan adiku bisa dikatakan lebih sulit. Tidak jarang adikku menangis karena merasa sangat tertinggal dan tidak bisa mengikuti jejak kami. Hal ini yang menjadi perhatian bagai ayahanda sehingga ayah selalu memperhatikan dan lebih menyayangi adikku, Sari. 

Setelah ayah pensiun, yang menjadi beban pikiran ayah adalah bagaimana nasib sekolah adikku, Sari. Ayah tidak mau adikku tidak bisa merasakan pendidikan seperti kedua kakak-kakaknya. Sehingga setelah pensiun pun ayah masih bekerja kesana kemari. Selain untuk aktivitas juga sebagai bekal tabungan untuk persiapan pendidikan adikku. Namun, Allah swt berkata lain, ayahanda dipanggil oleh Allah swt tepat beberapa minggu sebelum adikku melaksanakan Ujian Nasional SMA. Tentunya hal tersebut menjadi beban untuk adikku. Walaupun demikian, dukungan dari ibu, kakak, dan saudara-saudara yang lain bisa menguatkan adikku hingga akhirnya dia bisa lulus SMA dan diterima masuk ke salah satu perguruan tinggi di Kediri di jurusan yang dia sukai Gizi Kesehatan.

Syukur alhamdulillah, pada hari Rabu, 19 September 2018 adik kecilku yang sangat disayangi oleh keluarga terutama almarhum ayahanda telah berhasil menyelesaikan pendidikannya dan memperoleh gelar Ahli Madya Gizi (A.Md.G). Selamat atas usaha dan perjuanganmu, wahai adikku. 

Kini janji yang telah ibu sampaikan kepada ayahanda di hari terakhirnya sudah terlunasi atas izin Allah swt. Semoga Allah swt menempatkan ayahanda ditempat yang paling baik disisi-Nya dan keberhasilan Sari ini bisa menjadi amal jahiriyah ayahanda.

Wahai adikku, sekarang engkau sudah sama hebatnya dengan kakak-kakakmu. Janganlah sekarang engkau minder dengan kemampuanmu. Lakukanlah hal hebat mulai dari sekarang dan tetap istikhomah dalam kebaikan. Semoga kesuksesan selalu menyertaimu. Sekarang sudah waktunya kita bertiga untuk membalas budi dengan merawat dan membahagiakan ibunda tercinta. (DC)



Minggu, 12 Agustus 2018

KADO TERINDAH! KUPENUHI CITA-CITA BERKELILING INDONESIA





Tanggal 5 Agustus 2018, merupakan hari yang sangat membahagiakan bagi saya. Pada hari kedua diusia saya yang ke-26 tahun, akhirnya saya bisa menginjakkan kaki ke tanah Sumatra yang sudah sangat ingin saya kunjungi. Kebahagiaan saya yang begitu besar ini memiliki alasan khusus yang memang tidak banyak orang ketahui kecuali orang-orang terdekat saja. Alasan khusus itu adalah akhirnya saya bisa memenuhi cita-cita saya yang ingin bisa mengelilingi Indonesia, sehingga kunjungan saya ke tanah Sumatra ini merupakan sebuah impian sekaligus kado terindah di usia saya yang ke-26 tahun.

Awal mula saya bisa berkunjung ke Sumatra ini adalah adanya tugas kunjungan yang diamanahkan oleh kantor dimana saya bernaung sekarang. Kantor saya sedang menjalankan proyek inventarisasi gas rumah kaca di dua provinsi percontohan. Dua provinsi percontohan tersebut adalah Provinsi Riau di Pulau Sumatra dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Gugusan Kepulauan Nusa Tenggara (dulunya Sunda Kecil).

Di awal bulan Agustus, agenda kunjungan sudah disepakati antara pihak user dan tim proyek dari kantor saya. Untuk tugas kunjungan pertama adalah ke Kupang, NTT dan kemudian berselang 2 hari dilanjutkan ke Pekanbaru, Riau. Segala keperluan untuk keberangkatan sudah disiapkan jauh-jauh hari. Sebelum keberangkatan tim pertama ke Kupang, pimpinan proyek menyampaikan pada saya bahwa saya tidak dimasukkan dalam tim pertama yang berangkat ke Kupang, melainkan saya akan diberangkatkan dalam tim kedua untuk kegiatan di Pekanbaru. Pada saat itu, saya cukup berdebar-debar karena tinggal selangkah lagi cita-cita saya untuk bisa berkeliling Indonesia akan tercapai.

Setelah tim pertama berangkat ke Kupang, tiba-tiba muncul keraguan dari dalam diri saya. Saya tidak tahu apakah alasan saya menjadi ragu-ragu untuk menerima amanah tugas kunjungan ke Pekanbaru. Keesokan harinya, ada chat masuk digrup wa kantor bahwa tim kedua yang akan diberangkatkan ke Pekanbaru belum fix dan akan dipastikan sehari setelah tim pertama kembali ke Jakarta, walaupun demikian nama saya dan nama salah satu rekan saya sudah tertulis menjadi orang yang akan diberangkatkan ke Pekanbaru. Awal membaca chat tersebut, tidak terbesit apapun dalam benak saya. Saya hanya fokus pada pekerjaan di kantor untuk mempersiapkan dokumen kunjungan ke Pekanbaru bersama dengan dua rekanku, Aji dan Annas serta membuat buku panduan pelatihan yang merupakan salah satu materi dalam proyek ini.

Keesokan paginya, ada suatu perasaan yang membuat saya tidak enak dan membuat pikiran saya kacau sehingga saya tidak bisa berkonsentrasi selama di kantor. Disaat itu pula saya merasakan kembali perasaan bahwa saya belum bisa menjalankan amanah untuk berangkat kunjungan ke Pekanbaru. Perasaan itu terus mengganggu hingga akhirnya malam sepulang dari kantor saya mencoba menghubungi ibunda saya untuk meminta ijin dan restu apabila saya diberangkatkan ke Pekanbaru. Setelah memperoleh ijin, perasaan saya masih tidak enak dan saya mencoba mengutarakan keinginan kepada salah seorang manajer yang sedang ada di Kupang. Saya menyampaikan padanya bahwa apakah bisa saya digantikan oleh rekan yang lain. Sang manajer tidak lantas mengatakan iya, dia bertanya pada saya tentang alasan saya sedangkan saya sendiri pun tidak tahu apa alasan yang membuat saya ingin digantikan. Tak berselang lama kemudian, saya pun dihubungi oleh pimpinan proyek yang ingin menanyakan alasan kenapa saya tidak ingin diberangkatkan ke Pekanbaru. Sekali lagi, saya pun tidak tahu alasan yang membuat diri ini bertanya demikian, padahal kesempatan pergi ke Pulau Sumatra ini adalah kesempatan yang paling saya tunggu-tunggu. Saya pun tidak bisa menyampaikan hal apapun lagi kepada pemimpin proyek. Setelah berkomunikasi dan menyampaikan beberapa hal tersebut, akhirnya perasaan saya bisa sedikit lega.

Setelah tim pertama kembali ke Jakarta, diputuskanlah tim kedua yang berangkat ke Pekanbaru dan nama saya tetap ada dalam tim tersebut bersama rekanku Aji. Keberangkatan kami pun dipercepat, yang seharusnya kami berangkat hari Senin pagi tanggal 6 Agustus diubah menjadi Minggu siang di tanggal 5 Agustus. Keputusan tersebut saya terima dengan senang hati. Akhirnya, saya dan Aji pun berangkat ke bandara. Nyaris saja kami ketinggalan pesawat dan meninggalkan barang penting di bandara karena kedatangan kami di bandara yang sangat mepet dengan waktu boarding pesawat yang akan habis.
Akhirnya kami pun terbang dan tiba di Pekanbaru di waktu sore hari. Udara dan pemandangan Pulau Sumatra yang sudah lama saya impikan terasa menyenangkan. Selama perjalanan keluar bandara hingga ke hotel tempat saya dan Aji menginap saya selalu takjub dan bahagia melihat kondisi masyarakat di Pekanbaru, salah satu bagian dari masyarakat Pulau Sumatra. Selama 5 hari pelaksanaan kunjungan di Pekanbaru, semua berjalan dengan baik dan acara bisa berjalan dengan sukses dan lancar. Sekarang mimpi saya untuk mengelilingi Indonesia telah tercapai dan mengunjungi Pekanbaru menjadi kado sekaligus puncak pencapaian cita-cita saya untuk mengelilingi Indonesia.

Sebagai informasi, saat saya kuliah saya pernah berpesan kepada salah seorang alumni bahwa saya ingin bisa berkeliling Indonesia sebelum akhirnya saya harus menikah atau mengambil sekolah keluar negeri. Minimal saya harus mengunjungi pulau-pulau besar di Indonesia sebagai representatif saya telah mengelilingi Indonesia. Dan syukur Alhamdulillah, ucapan tersebut bagaikan doa, dimulai dari tahun 2007 saya telah mengunjungi Pulau Bali, 2011 mengunjungi Banjarmasin, Kalimantan Selatan sebagai representatif Pulau Kalimantan, 2013 dan 2015 mengunjungi Makassar dan Tana Toraja, Sulawesi Selatan sebagai representatif Pulau Sulawesi, 2013 mengunjungi Sorong dan Teluk Bintuni, Papua Barat sebagai representatif Pulau Papua, 2016 dan 2017 mengunjungi Kep. Tanimbar dan Ambon sebagai representatif Pulau Maluku, 2017 juga ke Kupang, NTT dan Kisar, MBD sebagai representatif Kepulauan Nusa Tenggara, dan terakhir 2018 saya berhasil mengunjungi Pekanbaru, Riau sebagai representatif Pulau Sumatra.

Sekali lagi kado terindah yang tak pernah saya lupakan di usia saya yang sudang menginjak 26 tahun. Syukur alhamdulillah, saya panjatkan pada Allah swt karena telah mengabulkan dan merencanakan setiap langkah sehingga saya berhasil meraih cita-cita ini atas ijin dan ridho-Nya, sungguh rencana yang terbaik adalah rencana dari Allah swt. Terima kasih pula saya sampaikan kepada Bapak I Putu Sutrisna yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan beliau kepada saya sehingga saya diperkenankan berangkat ke Pekanbaru, begitu juga Mbak Primisita Sutopo serta Aji dan Arrum yang telah menjadi rekan tim yang kompak selama kunjungan di Pekanbaru. Sebuah kado terindah dari keluarga CBS untuk saya yang mana adalah orang baru di keluarga ini, dan rekan-rekan yang turut mendoakan saya setiap kali saya menceritakan cita-cita saya kepada rekan-rekan sekalian tentang keinginan berkeliling Indonesia, sesungguhnya yakinilah bahwa “setiap ucapan itu adalah doa dan semakin banyak orang yang tahu akan cita-citamu maka sebanyak itulah doa yang akan mengiringi agar cita-citamu bisa tercapai, Amiiin. Sebuah pesan untuk rekan-rekan yang tak pernah berhenti untuk meraih mimpi karena dengan mimpi kita akan hidup! (DC)


Pasar Apung, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 2011

Masjid Al Karim, Martapura, Kalimantan Selatan, 2011

Bukit Salib, Teluk Bintuni, Papua Barat, 2013

Rantepao, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, 2013

Bantimurung, Makassar , Sulawesi Selatan, 2015

Raja Lima, Kep. Tanimbar, Maluku, 2017

 Bandara El Tari, Kupang, NTT, 2017

Anjung Seni Idrus Tintin, Pekanbaru, Riau, 2018

Sebuah Perjalanan Pasti Akan Berakhir

Aku tidak tahu kapan aku memulainya karena dengan demikian aku berharap tidak akan pernah ada akhirnya. Deburan ombak dan hembusan angin s...